Rm Marya SJ (rektor Seminari Mertoyudan, Magelang)
“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi”

(Rm 6:19-23; Luk 12:49-53)

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk 12:49-53), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

Ketika api membakar gedung atau rumah pada umumnya semuanya akan ludes tak berbekas lagi, namun jika ada emas murni di dalam gedung atau rumah tersebut, yang mungkin disimpan begitu rahasia, akhirnya akan semakin kelihatan dengan jelas: emas murni terbakar akan semakin kelihatan kemurnian atau keasliannya. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan ‘jati diri’ kita yang benar serta tidak berpura-pura atau bersandiwara. Secara konkret ketika telah menempuh hidup baru, entah hidup berkeluarga sebagai suami-isteri atau membiara atau imamat, henndaknya hidup dan bertindak sesuai dengan spiritualitas hidup baru terkait. Hendaknya kita hidup dan bertindak dijiwai spiritualitas, dan bukan lagi terkuasai oleh semangat daging atau nepotisme. Ketika anda memiliki profesi berdagang hendaknya bekerja sesuai dengan tata tertib atau aturan berdagang yang baik, demikian juga profesi-profesi lainnya. Secara khusus kami berharap kepada para peserta didik atau pelajar, yang memiliki jati diri atau panggilan belajar, untuk sungguh membaktikan diri dalam belajar, memboroskan waktu dan tenaga untuk belajar. Jika selama berprofesi sebagai pelajar atau peserta didik anda sungguh belajar dengan baik, maka kelak dalam profesi apapun pasti akan hidup dan bertindak sesuai dengan profesi terkait. Kepada anda yang berkeluarga sebagai suami-isteri kami harapkan setia dalam saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, dalam sakit maupun sehat, karena dengan demikian berarti cara hidup dan cara bertindak anda akan mempengaruhi sikap mental anak-anak anda: setia pada panggilan dan tugas pengutusannya.

“Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal. Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 6:22-23). Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua agar senantiasa ‘bebas merdeka’ alias menjadi ‘hamba Allah’ dalam cara hidup dan cara berindak apapun dan dimana pun, tidak dikuasai oleh dosa atau melakukan dosa dan kejahatan sekecil apapun. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk senantiasa melaksanakan kehendak atau perintah Allah, dan hemat saya kehendak dan perintah Allah yang utama dan pertama adalah ‘saling mengasihi sebagaimana Allah  telah mengasihi kita’. Sekali lagi saya angkat di sini bahwa wujud kasih yang utama adalah boros waktu dan tenaga bagi yang terkasih, maka baiklah jika kita saling memboroskan waktu dan tenaga satu sama lain, dan tentu saja pertama-tama dan terutama terjadi dalam keluarga atau komunitas kita masing-masing. Jika kita dengan mereka yang hidup dekat setiap hari dengan kita dapat saling mengasihi dengan baik dan benar, maka dengan mudah kita mengasihi orang lain. Sebaliknya jika dengan mereka yang dekat dengan kita tak mampu saling mengasihi dengan baik dan benar, maka mengasihi yang lain sungguh merupakan pelarian tanggungjawab, sebagaimana terjadi dengan suami atau isteri yang selingkuh dengan orang lain karena tak mampu saling mengasihi. Kita semua hendaknya setia menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan kita sendiri,yang utama atau pokok, dan jangan dengan mudah meninggalkan tugas atau panggilan utama dengan melaksanakan tugas sambilan. Mengapa orang senang melakukan tugas sambilan, karena tidak dituntut tanggungjawab dan pada umumnya juga memperoleh imbalan yang menarik. Sekali lagi kami ingatkan: jangan berselingkuh atau menyeleweng dari tugas dan panggilan utama atau pokok.

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm 1:1-3)