Menurutmu siapakah Aku ini?

Refleksi dari  Isabel Kawida R

Kisah pertemuan saya dengan Yesus bisa dikatakan sudah sejak bayi. Sebagai seorang profesional di bidang pendidikan kanak-kanak usia dini yang punya keyakinan besar bahwa pendidikan setiap anak itu dimulai sejak bayi, hal ini cukup melegakan bagi saya. Saya bersyukur meskipun ibu saya pendidikannya rendah tapi memahami betul hal ini, sehingga saya sudah dibaptis ketika berusia 2 minggu. Tapi, menyaksikan mereka yang baptis dewasa, sebenarnya saya sering “iri” juga karena mereka merasakan sekali persiapan baptis dan efek suasana pembaptisan. Kalo saya, mana ingat waktu bayi dulu? Tapi hal ini jadi membuat saya juga jadi merenungkan, saya yang sudah dibaptis sejak bayi sampai setua ini, bagaimana saya sudah menghadirkan Yesus dalam hidup saya? Kisah apa yang bisa saya tuturkan tentang Yesus dalam hidup saya?

Memang sejak saya remaja dan terlibat berbagai kegiatan paroki. meskipun hidup sebagai minoritas di tanah air, hidup keimanan saya mungkin tidak perlu dipertanyakan lagi, karena orang tua, adik-adik, teman-teman dan sanak saudara yang Katolik. Tradisi yang saya jalani sehari-hari dengan tekun karena saya menjadi bagian kehidupan mereka. Bisa dibilang keimanan saya “nyaman” karena saya dilingkupi oleh lingkungan iman yang sama dengan saya.

Tapi sesudah saya pindah dari tanah air dan menetap di Amerika, saya seperti “terlahir” kembali, karena pengenalan saya tentang Yesus dan iman ke-Katolikan saya jadi dipertanyakan dalam pergumulan hidup sehari-hari, teristimewa ketika membesarkan kedua anak yang belum Katolik. Saya tidak berminat “meng-Katolik-kan” mereka, tapi kemudian mereka minta dibaptis sesudah beberapa kali ikut menghadiri misa dengan saya. Dan kemudian kehadiran Yesus itu terasa nyata bagi saya lewat kedua anak ini yang sekarang beranjak remaja.

Siapakah Yesus itu bagi saya? Yesus itu bagi saya seorang pendengar yang setia, apalagi saya ini seorang pencemas seperti Marta, saudari Lazarus. Kerjaan saya sering curhat sama Yesus. Dari urusan kerjaan, kehidupan sosial sampai ke urusan keluarga, tapi Yesus itu setia mendengarkan keluhan saya. Seperti banyak orang saya sering mengalami “topan badai” dalam perjalanan hidup saya, dan tentu dengan ketakutan saya sering minta tolong Yesus. Yesus itu biasanya respond ke saya, kalau tidak meredakan “topan badai” itu, biasanya Yesus menghadikan pribadi-pribadi luar biasa untuk “memegang” tangan saya menjadi teman seperjalanan, sehingga topan badai itu tidak terlalu mengerikan lagi. Beberapa contoh yang bisa saya tuturkan di sini adalah: ketika hubungan rumah tangga kami mengalami kesulitan, ketika saya sedang kesulitan cari pekerjaan yang cocok, ketika hubungan persahabatan saya dengan teman renggang, ketika teman dekat saya terkena kanker payudara padahal sedang hamil tua, ketika saya menghadapi kesulitan dalam hubungan dengan anak-anak, dengan atasan, Yesus itu selalu hadir di situ.

Tapi pertemuan saya dengan Yesus tentu tidak saat susah saja donk, kan Yesus juga hadir di pesta kawin di Kana? Yesus itu hadir di setiap kegembiraan dan keberhasilan yang saya alami, misalnya, ketika lulus ujian, ketika berhasil mengerjakan tugas berat dari kantor, ketika anak saya lulus sekolah, ketika saya mengalami kegembiraan dari pertemuan dengan teman-teman, ketika perbincangan kami mendatangkan kegembiraan satu sama lain, penuh canda dan tawa, ketika saya berhasil menolong teman atau bahkan orang asing dalam kesulitannya, Yesus juga ada di sana!

Bagi saya, Yesus itu adalah sahabat yang setia.

Kisah Yesus dalam kehidupan saya masih terlalu panjang untuk dituturkan, karena Dia masih berkarya terus dalam hidup saya. Saya ini masih dalam proses pembentukan, apalagi saya ini seorang pengikut Yesus yang lemah dan sering jatuh dalam dosa. Harapan saya bila tiba saatnya saya dipanggil pulang ke rumah Bapa, mereka yang saya tinggalkan bisa bersaksi bahwa mereka pernah melihat Yesus dalam hidup saya.

 

 

 

Translate »