Bacaan I : Kejadian 6:5-8, 7:1-5,10
Bacaan Injil : Markus 8:14-21
Kisah Nabi Nuh, banjir besar dan bahtera raksasa bisa jadi adalah salah satu kisah kitab suci paling populer untuk anak-anak, seperti kisah Nabi Yunus yang ditelan ikan. Ada unsur perentangan cerita yang jauh melampaui batas imaginasi yang membuat kisah seperti ini memacu gairah dan mengasyikkan. Persoalannya, kenyataan banjir besar seperti tsunami di Aceh, atau banjir tahunan yang menerjang Jakarta, sama sekali tidak lucu. Dalam kenyataan hidup, kehadiran air bah membawa serta duka derita dan menghentakkan kesadaran, bahwa kita ini bukan apa-apa di hadapan kuasa alam, apalagi kuasa Pencipta Semesta.
Kisah Nuh dan air bah mengingatkan kita akan merajalelanya kejahatan manusia. Tak henti kita dihentak kenyataan kuasa kegelapan yang melampaui kemampuan kita membayangkan bahwa kebrutalan semacam itu bisa ada, seperti pemenggalan 21 orang Mesir di Libya oleh ISIS baru-baru ini, hanya semata karena mereka pengikut Kristus, orang-orang Kristen Koptik. Atau munculnya kembali perbudakan dan penjualan manusia terutama anak-anak dan perempuan oleh kelompok yang sama. Dalam medan yang lebih debatable, nurani kita pasti juga jeri, nyeri dan ngeri menyaksikan bagaimana negara melaksanakan salah satu kuasa tertinggi Yang Ilahi: menentukan saat kematian seseorang lewat hukuman mati. Dan kejahatan di hati itu begitu merajalela dalam aneka rupa, dan terus mewujud di segala waktu dan tempat, membuat kita lelah dan sadar diri: tanpa campur tangan Kuasa Langit, segala usaha kita sia-sia.
Tak heran para leluhur iman kita berefleksi, banjir besar diperlukan untuk membasuh muka bumi dari kotoran-kotoran kedegilan manusia. Seperti badan kita menjadi segar setelah mandi dan membilas bersih tubuh dengan air, demikian alam termasuk manusia di dalamnya perlu dibersihkan dengan air bah. Penderitaan kadang diperlukan untuk mengguncang dan membangunkan kita, untuk menandai permulaan baru. Tuhan kiranya tidak dengan sengaja membuat manusia sengsara dan menderita. Dalam refleksi iman via Kitab Suci, seringkali penderitaan jelas muncul sebagai akibat pilihan-pilihan hidup yang salah, yang melawan kehendak Yang Ilahi. Konsekuensinya, penderitaan. Karenanya tak jarang kita terjebak mengeneralisir: kalau ada orang menderita, pasti karena dia punya dosa.
Kehadiran Yesus menantang cerita tunggal tersebut. Penderitaan dapat dipilih justru sebagai jalan melawan kuasa dosa dan maut. Atau paling tidak, Tuhan bisa menarik garis lurus dari bengkokan garis yang kita torehkan dalam hidup kita: Tuhan bisa menggunakan penderitaan yang sudah ada untuk memurnikan jiwa dan membuat kita lebih tersedia untuk menjadi penyalur berkatNya. Dan dari kisah Nabi Nuh kita tahu, apa pun yang terjadi dalam hidup kita, Tuhan selalu menyediakan bahtera penyelamat untuk kita. Menyadari hal ini tidak mudah untuk dicecapi dan dihayati, mari kita mohon rahmat kebesaran hati, kekuatan dan kebijaksanaan. Pada akhirnya, kita selalu bisa berharap pelangi akan terbentang di akhir hari, mengingatkan perjanjian kekal Yang Ilahi: Apapun yang terjadi dengan kita, Dia peduli.

Met pagi Rm , tidak aja air bah or tsunami yg dasyat, hujan deras aja spt di bln Jan n feb ini sdh banjir dimana-mana yg sesungguhnya akibat ulah manusia yg tidak memelihara alam yang dianugerahkan kepada kita.Semoga dlm masa Retret Agung Umat kali ini kita bs lebih peduli thd Lingkungan Hidup dan sesama, Selamat memasuki masa Prapaskah
Amin Ibu Mary. Air Bah menjadi sebuah simbol untuk segala hal yang terjadi lebih dari yang kita mampu tanggung, yang berujung pada kesusahan dan penderitaan hidup. Tentu, sebagai sebuah bencana alam, mengingatkan kita pada tanggung jawab kita sebagai penghuni bumi. Selamat mempersiapkan Paskah 40 hari lagi.
Trimakasih Romo Ardi…atas renungannya yang mendalam dan membuka cakrawala pandang dalam realita hidup yg mantaaap…dari manusiawi kepada yg ilahi…
Dan meski sdh go international tapi bahasa Indonesianya tetap enak dirasakan…maksudnya gampang dimengerti, sederhana tapi mendalam…tambah lagi ada puitisnya…he..he… Salam sukses dan bahagia dalam tugas mulianya Romo