Masa empat puluh hari mulai dari hari raya Paskah sampai dengan hari raya Kenaikan Tuhan bagi pada murid Yesus merupakan masa berduka dan sekaligus masa pembelajaran untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup yang baru. Para murid mengalami diri mereka dituntun oleh Tuhan menepaki hari-hari yang sulit untuk dipahami oleh mereka sendiri. Hari-hari yang sulit ini adalah situasi yang sangat baru bagi mereka yakni wafat dan kebangkitan Tuhan yang menimbulkan berbagai macam sikap dan perasaan seperti mereka menjadi terkejut, heran, terdiam, asing, takut, bertanya-tanya, tidak percaya, memikirkan yang bukan-bukan, sampai mereka mengira Yesus sebagai hantu, melihat masa depan hanya ada kesulitan-kesulitan belaka, ragu-ragu tapi merasa girang gembira juga.
Dalam situasi yang membingungkan namun memberi sebersit harapan yang menggembirakan ini, Tuhan berkenan menampakan diriNya kepada para murid untuk membimbing mereka memahami pengalaman baru akan kebangkitan Tuhan melalui Kitab Suci. Pelan-pelan, setapak demi setapak Yesus menuntun mereka melihat, memahami dan menegaskan bahwa “siklus” penyelamatan itu memang harus dimulai dari Jumat Agung, Minggu Paskah, Kenaikan dan berakhir dengan Pentakosta.
Periode empat puluh hari sesudah Yesus wafat dan bangkit merupakan periode pemurnian iman dan motivasi hidup bagi para murid. Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita semua juga akan pemurnian iman dan motivasi kita hidup. Siapakah hidup kita itu? Hidup kita adalah Kristus. Apakah yang kita cari dalam hidup ini? Kita mencari Kristus. Untuk apa kita bekerja sekurang-kurangnya empat puluh jam seminggu? Untuk apa kita berekreasi? Untuk apa kita ke gereja menghadiri parayaan Ekaristi? Semua itu kita lakukan tidak lain karena kita ingin memurnikan iman kita akan Yesus dan bersatu dengan Kristus di dalam Ekaristi.
Pemurnian iman dan motivasi ini hendaknya kita lakukan setiap hari terutama pada pagi hari menjelang kita beraktivitas dan malam hari menjelang kita berangkat tidur. Melihat kembali pengalaman hidup kita seharian dengan terang iman artinya meneliti bagaimana Tuhan mendampingi hidup kita seharian. Kita juga diajak untuk mengkritisi perilaku kita terhadap anggota keluarga dan sesama di tempat kita bekerja. Apakah kita sudah memancarkan terang kasih Allah kepada mereka? Ataukah kita justru semakin egois mementingkan diri kita sendiri.