Daniel 3:25,34-43 (Kitab Deuterokanonika);

Matthew 18:21

Setiap kita pada satu titik tentu mempunyai utang yang harus kita lunasi. Tidak seorangpun yang tidak akan berterima kasih kalau hutangnya diringankan atau bahkan dihapus. Ungkapan syukur dan terima kasih mendalam itu akan semakin membuncah jikalau segenap utang kita yang sedemikian besar tho dibebaskan dari beban tanggung jawab kita.

Ketika orang Israel berdosa dan memberontak melawan Allah, Tuhan meninggalkan mereka dengan segala sembahan duniawi mereka sampai mereka bertobat dan berseru memohon belaskasihan dan pengampunan dari-Nya. Kitab Daniel mengisahkan cerita tentang Daniel dan ketiga temannya yang penuh iman Hananya, Azariah dan Mishael yang dibuang dari Yerusalem ke Babilon. Ketika Raja Babilon mencampakkan mereka ke dalam lidah api yang menyalan-nyala, mereka menyaringkan suara mereka dan meohon kepada Allah supaya Allah bukan saja berbelaskasih kepada mereka, tetapi lebih-lebih kepada seluruh kaum Israel. Mereka tidak hanya ingat keselamatan diri sendiri. Mereka juga ingat akan keselamatan saudara-saudari sebangsanya. Sebagai orang Katolik, kita juga tidak boleh hanya ingat keselamatan sendiri. Kita berusaha sebisa mungkin untuk memperjuangkan keselamatan orang lain yang muingkin nasibnya kurang menguntungkan daripada nasib kita. Nabi Yeremiah mengingatkan kita supaya belas kasihan kita tidak pernah boleh berakhir. Belas kasih itu senantiasa baru setiap pagi. Itulah panggilan kita setiap orang Kristen untuk memperbaharui belas kasihan dan sensitivitas cinta kita setiap hari, setiap pagi.

Ketika Petrus bilang pada Yesus untuk mengampuni cukup 7 kali saja, sesuatu yang melampaui hukum Taurat pada saat itu; Yesus justru meyakinkan dia untuk mengasihi dan mengampuni melewati segala takaran duniawi, melampaui segala batas, limitless/ boundless Mercy. Yesus menegaskan kepada Petrus dan juga kepada kita, kalau mau mengampuni jadilah berbelas kasih sebagaimana Bapa di surga penuh kasih. Mengampuni itu harus total, tulus dan jujur. Jangan mengampuni setengah-setengah, mengampuni lalu kemudian menggeram dan menggerutu di belakang. Yesus membuat sebuah revolusi hati dan transformasi disposisi batin. Jangan pernah ada batas untuk mengampuni. Batasi dirimu terhadap kemarahan, benci dan dendam tetapi tidak boleh ada batas dalam mengampuni.

Menjadi pengikut Kristus itu tidak pernah mudah. Kadang sukar dan penuh komplikasi. Namun, sebagaimana Yesus sudah tunjuk jalan ketika dia mengampuni wanita pendosa, ketika dia mengampuni penjahat yang bertobat di kayu salib, ketika dia memberi kesempatan bertransformasi kepada Petrus dan Thomas, kita juga berdoa semoga dia memampukan kita untuk mengasihi dan mengampuni melampui batas kemanusiaan kita. Ada pepatah yang mengatakan, to err is human, to forgive is divine. Melakukan kesalahan itu manusiawi, mengampuni itu ilahi/ penuh rahmat.