Yohanes Pembaptis: Orang Kedua yang Terbaik
 
Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis
24 Juni 2017
Lukas 1:57-66, 80
 
“Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia (Luk 1:66).”
 
Masyarakat kita memiliki sebuah sistem dimana tidak semua orang bisa menjadi orang nomor satu. Dalam kompetisi renang Olimpiade, tidak masuk akal jika semua perenang meraih medali emas. Atau, dalam dunia usaha, perusahaan akan runtuh jika memiliki lebih banyak CEO daripada karyawan biasa. Oleh karena ini, hanya sedikit dari kita yang bisa mencapai tampuk pimpinan teratas, sementara sebagian besar umat manusia harus menempati posisi yang lebih rendah. Kabar baiknya walaupun menempati posisi yang lebih rendah, kita terus dipanggil untuk menjadi yang terbaik.  
Namun, untuk menjadi orang nomor dua sekaligus menjadi yang terbaik adalah salah satu tugas yang paling sulit. Hal ini terjadi karena kita menghadapi dua godaan: yang pertama adalah hasrat kita untuk selalu lebih unggul dari orang lain dan terkadang kita menghalal segala cara. Mengapa kita harus puas menjadi nomor dua jika kita bisa keluar sebagai nomor satu?” Pelari memang akan bersaing di dalam trak, tetapi jika persaingan kemudian keluar dari arena, ini akan menjadi tidak sehat dan bahkan berbahaya. Godaan kedua adalah tendensi bersikap hangat-hangat kuku. Jika kita tidak bisa mencapai puncak, mengapa kita harus mencoba menjadi yang terbaik?Sebuah bisnis tidak akan berhasil jika hanya CEO yang bekerja begitu keras namun seluruh perusahaan hanya duduk bermalas-malasan. Jelas, kedua sikap ini tidak benar.
Hari ini kita merayakan Yohanes Pembaptis. Dia adalah personifikasi dari orang nomor dua yang tebaik. Dia tahu bahwa dia memiliki karisma dan kekuatan untuk menarik banyak orang kepada dirinya sendiri. Dia bisa saja menjadi seorang pengkhotbah terkenal dan bahkan menjadi pemimpin politik, andai saja ia memproklamirkan dirinya sebagai Mesias. Namun, dia tidak melakukan itu. Dia tahu betul bahwa Mesias adalah Yesus dan untuk membuka tali sepatu-Nya pun’ ia bahkan menyatakan tidak layak. Itu menerima bahwa dia adalah orang nomor dua bagi Yesus, sahabat terbaik dari sang mempelai laki-laki. Namun, apa yang membuat Yohanes ‘terbaik adalah hal lain. Sadar bahwa dia bukan Mesiah, Yohanes bukannya mencari profesi lain atau sekedar suam-suam, tetapi ia melakukan apa yang terbaik untuk melayani Mesias dan untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan-Nya. Dia memiliki kerendahan hati untuk menerima identitasnya sebagai orang kedua, dan ia menunjukkan komitmen besar kepada panggilannya untuk menjadi yang terbaik.
Seperti Yohanes, kita bukanlah Mesiah. Dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak semua dari kita memegang posisi tertinggi di kantor, atau menjadi imam paroki, tetapi itu tidak berarti bahwa kita menjadi sekedar penonton. Ribuan umat datang ke Gereja Santo Domingo, Gereja kami di Metro Manila, untuk mengikuti Misa hari Minggu. Bayangkan jika hanya seorang imam melayani umat ini tanpa bantuan asistan imam, lektor dan putra altar, sang imam bisa pingsan kapan saja. Tentunya, ada banyak cara untuk yang menjadi yang terbaik meskipun tidak berada di posisi teratas.
Sungguh tidak mudah untuk menjadi orang kedua yang terbaik dalam pelayanan, tetapi belajar dari Yohanes Pembaptis, kita dapat berkembang juga menjadi orang kedua terbaik versi kita sendiri.
 
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP