Jumat, 30 Juni 2017
Kejadian 17:1, 9-10, 15-22
Mazmur 128
Matius 8:1-4
Hari ini kita belajar beriman bukan dari Abraham, tapi dari seorang penderita kusta yang datang ke Yesus. Abraham tertawa ketika Tuhan menjanjikan bahwa ia dan istrinya yang sudah usia lanjut akan mempunyai anak. Baginya itu suatu hal yang mustahil dan tak disangka-sangka. Ia bahkan menawarkan Ismail, anak dari seorang hambanya, untuk dijadikan penerus perjanjian antara Tuhan dan Abraham. Tuhan dengan sabar menegaskan kembali apa rencananya atas keturunan Abraham.
Tetapi ketika seorang berpenyakit kusta datang ke Yesus, ia langsung percaya bahwa kalau Tuhan menghendaki ia pasti akan sembuh. Di sini tidak ada dialog panjang lebar, tawar menawar seperti dialog antara Tuhan dan Abraham. Iman si penderita kusta itu begitu kuatnya sehingga dia sungguh yakin apapun yang dikehendaki Tuhan pasti akan terjadi. Dia tidak bilang dia ingin sembuh, melainkan jika Tuhan menghendaki, ia pasti akan sembuh.
Seringkali kita memohon sesuatu dalam doa kita. Terkadang kita lupa untuk memperhitungkan kehendak Tuhan, rencanaNya yang lebih besar untuk kita. Akibatnya kita berpandangan sempit dan hanya menginginkan suatu hasil yang sangat spesifik. Jika tidak terkabul, kita pun menjadi kecewa.
Sebaliknya, kadang pula kita seperti Abraham tidak yakin bahwa Tuhan bisa membuat semuanya baik. Akibatnya kita berhenti pada sesuatu yang tidak sempurna, yang tidak mencapai kepenuhan potensi kita sesuai kodrat kita. Marilah kita belajar dari si penderita kusta dalam Injil hari ini dan berani percaya: “Jika Tuhan menghendaki, pasti akan terjadi!”