Jumat, 22 September 2017

Timotius 6:2-12
Mazmur 49
Lukas 8:1-3

Paulus menulis surat pada salah satu muridnya, Timotius yang adalah salah satu pemimpin umat di Efesus. Pada saat itu, Efesus adalah kota yang sangat terpandang. Kaisar Augustus menjadikannya ibukota provinsi dan setelah itu Efesus berkembang menjadi salah satu pusat pemerintahan dan perdagangan paling penting di Kekaisaran Romawi. Bisa jadi banyak orang kaya dan terpandang yang tertarik untuk menjadi Kristen. Tingkah laku mereka membuat Paulus menulis surat ini pada Timotius. Dari pesan Paulus dapat kita simpulkan bahwa ada umat di Efesus yang hanya suka beradu argumen dan memecah belah Gereja. Ada juga yang lebih mementingkan kekayaannya daripada menjalankan hidup sebagai murid Yesus yang sejati. Bahkan Paulus berpesan keras bahwa cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan.

Sayangnya, tidak banyak yang berubah sejak zaman itu. Di gereja-gereja kita pun, terlebih di kota-kota besar, perpecahan, percekcokan, curiga, iri hati masih sering mewarnai hubungan antar umat. Bahkan dalam kelompok umat Katolik Indonesia yang ada di luar negeri, yang semestinya bisa lebih erat karena senasib sepernanggungan di negeri orang, percekcokan terjadi juga. Para romo yang melayani umat pun terkadang terjerat ke dalam perselisihan ini dan tidak dapat lagi mengayomi seluruh umat. Ada juga yang sampai stress melihat ketidakakuran umatnya.

Surat Paulus hari ini tidak hanya ditujukan pada Timotius atau umat di Efesus 2000 tahun yang lalu, tetapi pada setiap diri kita saat ini juga. Sudahkah kita mengutamakan keadilan, hidup doa, iman, kasih, kesabaran, dan kelembutan dalam relasi kita dalam hidup menggereja? Atau masihkah kita mengejar uang, kekuasaan, atau keuntungan lain dari posisi kita dalam Gereja? Bagaimanakah kita mampu menyebarkan Injil kepada semua bangsa kalau di dalam kita sendiri masih saling bertengkar?