Lubuk Hati 29 Mei 2018

Mrk 10:28-31

Kehilangan untuk Mendapatkan Mimpi Tuhan!

Saya masih mengenang pengalaman saya memberitahukan kepada keluarga saya bahwa saya mau menjadi imam di dalam Gereja Katolik. Petang di suatu hari tahun 1999 itu terasa emosional bagi kami karena ketika saya memberitahukan keinginan saya menjadi imam, ibu dan kakak pertama saya menangis, dan tentunya saya juga ikut menangis. Kamar rumah kami di Surabaya itu menjadi saksi bisu bahwa adalah sebuah lompatan besar dalam mengikuti Yesus ketika orang meninggalkan segala sesuatu yang telah menjadi hidupnya bertahun-tahun: keluarga, sahabat, pekerjaan dan juga semua hal yang dimiliki. Petang itu, perasaan saya bercampur-baur, antara gembira karena saya berani mengutarakan apa yang saya rasakan, namun juga sedih karena saya memutuskan untuk meninggalkan orang-orang saya sayangi dan hal-hal yang sudah saya akrabi.

Saya meneruskan pencarian saya setelah memutuskan untuk mencari ordo religius yang tepat bagi saya, dan 3 tahun setelah itu, saya memutuskan untuk bergabung dengan Serikat Yesus oleh karena saya terpesona dengan slogan, “finding God in all things,” (menemukan Tuhan dalam segala sesuatu) di sebuah situs (website) Yesuit Amerika. Saya sendiri tidak pernah tahu maksud Tuhan mengapa saya menemukan slogan yang membuat hati dan pikiran saya berkobar-kobar dan membakar semangat saya untuk berkata, “Ini yang saya mau!” Bertahun-tahun sesudahnya, suatu hari menjelang tahbisan iman saya, saya merefleksikan panggilan saya yang sudah saya jalani selama 9 tahun dalam terang bahwa saya akan diutus belajar di Amerika Serikat. Eurekaaaa! Tuhan punya rencana besar terhadap diri saya bahkan sebelum saya memutuskan untuk bergabung di dalam Serikat Yesus. Amerika Serikat adalah tanah yang tidak pernah ada dalam mimpi saya ketika saya memutuskan untuk bergabung dengan Serikat Yesus, dan Tuhan rupanya sudah punya mimpi dan rencana terhadap saya di Amerika jauh sebelum saya masuk ke Serikat Yesus. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan ketika saya memutuskan untuk meninggalkan semua yang saya miliki, termasuk keluarga. Keputusan saya menjadi seorang imam Yesuit rupanya adalah mimpi Tuhan terhadap saya.

Dalam perjalanan saya menjadi Yesuit dan imam, saya menemukan begitu banyak keluarga karena Tuhan mempertemukan saya dengan banyak orang. Saya pernah berjumpa dan berteman dengan tukang parkir, petani hingga profesor di universitas. Saya juga bertemu dengan anak-anak balita hingga kakek-nenek untuk mengajari mereka tentang iman Katolik. Saya bercakap, atau setidaknya pernah bercakap, dengan orang-orang berbahasa Jawa, Inggris, Spanyol serta Jerman selain orang-orang berbahasa “Flores” dan Indonesia. Saya punya sahabat di berbagai belahan dunia mulai dari Amerika, Eropa, Asia, Australia hingga Afrika. Dunia saya tidak lagi sebatas yang bisa saya imajinasikan dulunya. Mimpi saya bukanlah mimpi orang yang datang dari pulau kecil di Indonesia yang seringkali tak diketahui oleh banyak orang Indonesia di bagian lain. Lalu, “Meninggalkan segala sesuatu demi Tuhan, siapa takut?”

Jikalau Tuhan yang kita cari dan layani, mimpi-Nya kepada kita akan menjadi kenyataan, dan mimpi Tuhan adalah kelimpahan hidup, kegembiraan dan keselamatan. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat.” Itulah mimpi Tuhan bagi kita. Beranikah kita mengambil mimpi-Nya menjadi milik kita? Syaratnya satu: kita harus berani kehilangan untuk mendapatkan mimpi Tuhan tentang kita!