Kamis, 21 Juni 2018

Hari Biasa XI

Bacaan I Sir 48: 1-14

Bacaan Injil Matius 6: 7-15

Tetap Berdoa di Tengah Perjalanan Perutusan

Elia dan Elisa adalah nabi yang memberi teladan kepada kita tentang pentingnya menjalin relasi seerat mungkin dengan Allah. Dalam perjalanan kenabiannya, Elia dan Elisa selalu punya waktu pribadi untuk berdialog dan mendengarkan Allah. Kemampuan doa mereka terbukti dengan betapa Allah selalu mendampingi pewartaan mereka. Elia dan Elisa mengajarkan tentang hakekat doa sebagai pondasi hidup dan karya setiap pribadi. Yang penting dari doa bukan lagi sebatas meminta, tetapi bersyukur; dan lebih dari itu memuliakan serta mendengarkan suara Allah. Maka, jika kita merasa doa-doa kita belum dijawab oleh Tuhan, berarti kemampuan kita memang baru sebatas meminta. Kita belum sampai pada tahap menerima sebagaimana Tuhan menerima kita apa adanya. Doa yang baik selalu memberikan ketenangan dan kepuasan batin. Jika dalam berdoa justru kita banyak meminta kepada Allah, maka hampir pasti suasana batin yang menguasai kita adalah kurang tenang.

Maka, melalui ajaran-Nya, Yesus mengajak kita untuk mendalami pentingnya berdoa sebagai kewajiban orang beriman. Dengan mengajarkan doa Bapa Kami, Yesus hendak memberi poin penting bahwa berdoa itu pertama-tama demi menjalin relasi intim dengan Allah. Di tengah zaman yang hiruk-pikuk dan penuh kesibukan, mendengarkan suara Allah dalam hati setiap pribadi bukanlah perkara mudah. Tak heran, banyak orang di akhir pekan berbondong-bondong menuju tempat-tempat ziarah untuk menenangkan hati dan batin dari segala macam pekerjaan yang berat. Mereka butuh keheningan untuk mampu mendengarkan suara Allah. Tantangan terberat di zaman ini berada pada kemampuan kita untuk hening di tengah kebisingan. Romo Mangunwijaya, Pr pernah menulis refleksi bahwa kita sebagai beriman kristiani harus mampu “tapa ngrame”. Artinya, di tengah dunia yang bising, kita harus mampu mendengarkan suara Allah yang seringkali memperdengarkan suara melalui hal-hal sederhana dan tak terduga. Hal ini bisa kita rasakan jika kita menanamkan habitus hening sebagai rutinitas hidup.

Elia, Elisa dan Yesus selalu mempunyai waktu pribadi untuk berdoa. Mereka mencari tempat sepi dan biasanya di atas gunung atau bukit demi mendengarkan suara Allah. Mereka membuat waktu-waktu khusus untuk bisa berdoa di tengah perjalanan perutusan. Maka, memanglah berdoa itu membutuhkan kehendak kuat dan waktu pribadi. Pertanyaan untuk kita renungkan: apakah aku masih mampu mendengarkan suara Allah? Apakah aku juga mempunyai waktu khusus untuk berdoa secara intim kepada Allah?