Sabtu, 23 Juni 2018

Hari Biasa XI

Bacaan I 2Taw 24: 17-25

Bacaan Injil Matius 6: 24-34

Jangan Khawatir

Sujiwo Tejo, seorang budayawan Indonesia, pernah mengatakan, “Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitab-Nya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan”. Ungkapan tersebut memuat arti bahwa Tuhan akan senantiasa mencukupkan segala sesuatu yang kita butuhkan. Tuhan terlalu baik bagi setiap pribadi. Injil hari ini semakin menegaskan kepada kita bahwa kekhawatiran merupakan kesalahan terbesar bagi seseorang yang beriman kepada Tuhan. Kekhawatiran merupakan salah satu penyebab seseorang menjadi gagal atau takut berkembang. Bisa juga dicermati ketika kita sedang khawatir, terlalu mudah rasanya untuk mengabaikan suara Tuhan. Roh jahat amat sering memanfaatkan rasa khawatir dan cemas sebagai pintu merenggangkan hubungan manusia dengan Allah. Maka, kekhawatiran harus kita lawan dalam pergulatan hidup ini.

Rasa khawatir berbeda dengan waspada. Khawatir melahirkan nuansa keragu-raguan sedangkan waspada justru membuat seseorang menjadi lebih awas, teliti dan cermat. Kekhawatiran sama artinya dengan meragu-ragukan penyelenggaraan ilahi. Jika Allah yang menjadi andalan hidup diragukan, lalu dengan siapa kita akan mengandalkan hidup? Nampaknya, rasa ragu-ragu inilah yang membuat orang Israel berpaling dari Allah dan memeluk pada berhala. Dosa ketidaksetiaan menjadi pemicu kekalahan Israel terhadap Aram sehingga Israel porak-poranda. Hal itu juga bisa terjadi bagi hidup kita. Mungkin, pada suatu ketika kita pernah meragukan karya Allah sehingga kita lebih memilih hal-hal praktis dan licik untuk memberi kenyamanan dan keuntungan bagi kita. Saya pernah mengalami peristiwa kehilangan ketika berada di Seminari Mertoyudan. Langkah pertama yang diambil adalah berdoa. Namun, beberapa teman justru “lari” kepada dukun untuk mengetahui siapa pencuri barang saya itu. Mereka tidak mau menunggu jawaban dari doa-doa kami karena mereka ingin cepat mendapatkan jawaban identitas si pencuri.

Egosime manusiawi terkadang memengaruhi kualitas iman seseorang. Artinya, jika iman seseorang itu cukup kuat, maka dia sudah mampu untuk mengolah ego karena kemampuannya membatinkan ajaran Yesus dalam batinnya, dan sebaliknya. Kita perlu iman yang sederhana agar bisa memiliki perasaan nyaman sehingga terasa sekali betapa Allah itu sungguh mencintai kita. Pertanyaan bagi kita saat ini adalah dalam peristiwa apa sajakah aku meragukan karya Allah dalam hidupku? Selama perjalanan hidup, kekhawatiran macam apakah yang menurutku paling besar dan sering aku alami?