Ajaran yang hendak Yesus sampaikan kepada para murid dan pendengar-Nya adalah pengajaran yang sifatnya eskatologis sebab Yesus berbicara bukan saja tentang kehancuran bait Allah tetapi juga akhir zaman. Para Murid yang terkagum-kagum dengan keindahan bait Allah dibuat terperanjat karena Yesus berkata apa yang kamu lihat itu, tidak lama lagi akan dihancurkan dan diruntuhkan. 

Pada zaman itu, bait Allah adalah salah satu bangunan yang besar, monumental dan impresif. Keindahan dekorasi dan arsitekturnya membuat para pengunjung dan peziarah yang datang ke Yerusalem selalu terkagum-kagum. Sekalipun demikian Yesus, seperti biasa, senantiasa mengingatkan para murid-Nya agar tidak terbawa arus emosi sesaat hanya karena tampilan lahiriah. Sebab kebesaran dari sebuah tempat ibadat tidak (mesti) terletak pada megahnya batu-batu yang membangunnya atau keindahan dan kemolekan ornamen-ornamennya tetapi pada bagaimana kehadiran Bait Allah itu menjadi tempat di mana orang memperoleh energi spiritual dan kebangunan rohani untuk perjalanan peziarahan hidup selanjutnya. 

Kekaguman bukan hal yang terlarang tetapi sebuah sikap yang membawa pada perubahan cara hidup yang lebih positif dan berbuah, itulah yang sebenarnya lebih ditekankan dan dibutuhkan. 40 tahun sesudah ramalan Yesus, dalam perang melawan Roma, Yerusalem berhasil dikalahkan dan bait Allah diruntuhkan. Sebuah pukulan mental yang sangat menyakitkan bagi orang-orang Yahudi. Mereka merasa seakan Allah sudah meninggalkan mereka. 

Berhadapan dengan ramalan Yesus ini, para murid bertanya kapan kiranya itu akan terjadi agar mereka sungguh-sungguh mampu mengantisipasi dan mempersiapkan diri. Namun jawaban Yesus yang diplomatis: Jangan biarkan dirimu terbawakan arus, jangan membiarkan dirimu tertipu oleh zaman ini adalah ingatan yang kiranya pantas terus didengungkan bahkan untuk kita yang hidup dalam zaman yang katanya modern dan canggih ini. Sebab dalam roda perjalanan zaman ini, hal yang paling penting bagi Yesus bukan saja antisipasi tetapi lebih-lebih keberkanjangan dan kesetiaan. Sebab, kita tidak menanti sampai detektor kecepatan mengingatkan kita bahwa kita sudah melampaui batas kecepatan tetapi sebisa mungkin kita berusaha untuk setia berkanjang pada kecepatan yang sesuai dengan ketentuan lalu lintas. 

Yesus juga menyebutkan beberapa hal yang akan menandai datangnya akhir zaman. Tanda-Tanda itu membuat hati para murid tidak tenang dan gentar. Namun sekali lagi Yesus menekankan bahwa hal yang paling utama bukanlah sikap yang takut terhadap akhir zaman tetapi kesiapan hato dan keberkanjangan yang konstan dalam penantian akan Kristus sambil tekun melaksanakan nilai-nilai injili secara konsekuen, tanpa henti, tanpa letih. 

Keberkanjangan, ketetapan hati, dan kesetiaan adalah nilai-nilai hidup yang penting dan sering diulang-ulang dalam pengajaran kristiani. Namun apakah pengulangan itu hanyalah sebuah pemanis bibir atau bumbu komunikasi sebab nilai-nilai Injili seperti ini sering kali gampang dan enak untuk dikatakan dan diwartakan namun susah dan kompleks untuk direalisasikan dalam kehidupan harian karena kita dihadapkan dengan pelbagai macam pilihan yang membutuhkan konsiderasi dan permenungan yang dalam. Kita menyadari bahwa untuk menjadi sungguh berkanjang, tetap hati dan setia, yang dibutuhkan bukan saja kata-kata manis, indah dan motivatif tetapi lebih-lebih sebuah disiplin yang bertahan dan berkanjang. Dalam hidup modern, sering kali, mereka yang terus bertahan dan berkanjang dapat saja diejek dan ditertawakan. Bagaimanapun, Yesus mengingatkan kita, hidup ini tidak diukur berdasarkan kesan dan impresi, Hidup diukur berdasarkan sejauh mana kita menghidupi nilai-nilai injil secara konsekuen dalam keseharian kehidupan kita. 

Sebuah batu yang keras dan liat, niscaya akan berlubang juga kalau ditetesi oleh titik-titik air yang secara kontas menetes di atasna. Seorang misionaris yang mungkin tak pernah bicara dalam sebuah bahasa asing akhirnya dapat memahami, menggunakan dan berkomunikasi dengan orang dalam bahasa asing tersebut bukan terutama karena dia orang yang sungguh pintar, namun karena dia berkanjang menggunakan bahasa itu dengan penuh kesetiaan dan disiplin. Sebuah pernikahan yang berhasil dapat bertahan dalam segala musim bukan karena suami dan isteri tidak punya kekurangan dan ketidaksempurnaan. Mereka punya kekurangan dan ketaksempurnaan namun sekalipun demikian, mereka terus berkanjang untuk setia satu terhadap yang lain, mereka setia mengairi mata air rumah tangga mereka, mereka berkanjang sampai maut memisahkan. Kita minta pertolongan Tuhan agar keberkanjangan dan kesetiaan kita tidak pernah surut dalam memuliakan Tuhan dan melayani sesama. Amin.

Sumber http://www.imankatolik.or.id/