Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

 

 
Kisah Para Rasul 11:19-26
Yohanes 10:22-30
    Bagaimana caranya orang lain bisa tahu bahwa kita adalah murid Yesus yang setia? Apakah sudah cukup bangga dengan predikat sebagai pengikut Kristus? Apa sih yang dapat kita banggakan? Akhir-akhir ini di media masa baik cetak maupun elektronik kita membaca dan mendengar bahwa sesama saudara kristen dibunuh, dipenggal kepalanya? Sungguh-sungguh sangat memprihatinkan; berita ini telah menjadi perhatian dan keprihatinan seluruh dunia…melihat kekejaman dan sikap yang tidak berperikemanusiaan lagi, sungguh-sungguh sangat menyedihkan.
    Bacaan pertama hari ini kita melihat betapa kuatnya iman sesama saudara-i kita yang tersebar kemana-mana setelah Stefanus dihukum mati. Namun iman mereka tidak mati, mereka malah pergi ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia, mereka terus memberitakan Injil bahwa Yesus adalah Tuhan. Kehadiran Barnabas dan Paulus memberikan kekuatan tersendiri kepada mereka yang berada di Antiokia. Penampilan Barnabas yang mau bertemu dengan mereka secara pribadi, untuk mendengarkan mereka, menyegarkan dan meneguhkan iman mereka agar mereka tetap setia kepada Yesus Tuhan. Barnabas dan Paulus bersama dengan para murid yang lain bekerja sama, sehati sejiwa mewartakan kabar sukacita. Selanjutnya kita bisa melihat benang merah ke pernyataan Yesus sendiri dalam bacaan Injil hari ini: “Bahwa Aku dan Bapa adalah satu.” Kesatuan antara Yesus dengan Bapa kiranya bisa ditularkan kepada semua pengikutNya yang ditegaskan lagi dalam kata-kataNya: “Domba-domaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu.”
    Kalau Paulus dan Barnabas bersama para murid yang lain di Antiokia itu sudah bisa bekerjasama, sehati sejiwa, sepikir dan sependapat mewartakan kabar gembira; lalu apa sih tanggapan kita sekarang? Anda yang hidup berkeluarga, yang hidup di dalam paroki, keuskupan, anda yang hidup di dalam biara? Sudahkah kita bisa sehati sejiwa, sepikir dan sependapat, saling mendukung dan mencintai untuk mewartakan Kristus yang hadir dalam diri kita, sebagai ungkapan janji kesetiaan kita yang telah kita ungkapkan dalam dan melalui sakramen-sakramen yang telah kita terima, atau melalui kaul-kaul kebiaraan kita? Ataukah kita hanya bisa main sikut-sikutan, saling memenggal hak hidup sesama kita lewat kata-kata, kritikan-kritikan yang mematikan, gosip-gosip yang tidak bisa dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Tuhan?
Saudara-saudariku terkasih,

Sangat boleh jadi, kita saat ini perlu melihat dunia Antiokia kita masing-masing, atau kita perlu menciptakan dunia Antiokia kita yang bisa mewartakan Kristus yang hadir dalam diri kita dan diri sesama, sehingga dunia bisa melihat bahwa kita telah menjadi satu dengan Kristus, kita benar-benar pengikut Kristus, yang peka akan suara Yesus yang selalu memanggil dan memanggil. Mampukah kita neneladani pola dan gaya hidup para murid Yesus di Antiokia? Sanggupkah kita menjunjukkan kesatuan kita dengan Yesus yang telah memanggil kita? Sudahkah kita memainkan peranan Barnabas dan Paulus yang telah memberi semangat, support dan kekuatan kepada sesama di dunia Antiokia kita? Dengan bantuan rahmat Allah dan berkat doa para kudus kita mampu mewartakan Kristus yang hidup di dalam diri kita, keluarga, di dalam paroki, keuskupan dan di dalam biara kita masing-masing, Amin.

Proud to be Catholic…Bangga menjadi seorang Katolik

Posted by admin on April 26, 2015
Posted in renungan 

 

Kisah Para Rasul 11:1-18
Yohanes 10:1-10
 
Saudara-saudariku terkasih,
    July tahun 1994, untuk pertama kali saya mendapat kesempatan mendampingi group ziarah ke Holy-Land (Israel) selama dua minggu. Group ziarah ini sangat unik, karena yang mengikuti ziarah ini tidak semuanya Katolik. Lebih dari separuhnya beragama Katolik, dan yang lain adalah saudara-saudari kita dari Gereja Kristen Protestan dan yang lainnya saudara-i kita dari Budha dan Islam. Kita mengunjungi semua tempat suci di Israel dan setiap hari ada perayaan Ekaristi. Sama saudara-i kita yang Protestan, Budha dan Islam selalu mengikuti semua acara dengan khidmat…di Yerusalem kita sempat mengunjungi Mesjid Al-Aqsa. Ketika kami sampai di Yopa, saya mendapat kesempatan merayakan Ekaristi Kudus di gereja dimana St. Petrus mendapat penglihatan seperti yang kita dengar atau kita baca dalam bacaan pertama hari ini.
    Bacaan pertama hari ini secara sangat dramatis dan radikal mengungkapkan sikap gereja purba. Diceritakan bahwa orang-orang kristen keturunan Yahudi pada waktu itu mengeritik Petrus yang masuk dan makan bersama orang-orang Kafir dan atau orang-orang yang tidak bersunat. Petrus menjawab kritikan dan keprihatinan mereka dengan membagi pengalamannya bagaimana ia dikuasai oleh kekuatan ilahi dan apa yang ia lihat ketika ia sedang berdoa.  Dalam penglihatan itu, Tuhan memberi petunjuk kepada Petrus agar ia mengesampingkan beberapa peraturan tentang kebersihan yang sudah berabad-abad lamanya dipegang teguh oleh kaum Yahudi. Dalam peristiwa itu Petrus mendengar suara yang mengatakan: “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram!” Inilah langkah penting pertama untuk menyingkirkan hal-hal yang membatasi dan memisah-misahkan kaum Yahudi dari orang-orang kafir. Dengan kata lain, Kristus bukan menjadi milik orang Katolik atau Kristen saja. Tetapi Kristus adalah pribadi yang Universal, Ia datang untuk semua orang.
    Selanjutnya dalam bacaan hari ini, memberikan kita suatu contoh betapa pentingnya sikap yang terbuka dari pihak Petrus membangun komunitas gereja purba. Petrus menceritakan bagaimana rahmat dan karya Roh Kudus telah menggerakan hati orang-orang kafir, mereka bahkan mengundang Petrus untuk mendampingi mereka agar mereka juga boleh mendengarkan pengajarannya serta kesediaan Petrus menghantar mereka kepada keselamatan. Ketika Petrus sampai di tempat tinggal mereka dan mulai berkhotbah, Petrus mengatakan bahwa Roh Kuduspun telah turun atas mereka. Pernyataan ini mengingatkan dia akan apa yang telah dikatakan oleh Yesus sendiri: “Yohanes membaptis dengan air tetapi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” Petrus mengakhiri pernyataannya dengan mengatakan bahwa “Jadi jika Allah memberikan karuniaNya kepada mereka sama seperti kepada kita pada waktu kita mulai percaya kepada Yesus Kristus, bagaimanakah mungkin aku mencegah Dia?” Maka mereka yang telah berkeberatan kepada kegiatan dan sikap Petrus akhirnya memuji dan memuliakan Allah katanya: “Jadi  kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.”
    Oleh karena itu saudara-saudariku terkasih, bacaan pertama hari ini membantu kita untuk lebih bersikap terbuka dan welcome kepada siapa saja yang mau mengenal Tuhan lewat sikap dan tingkah laku hidup kita. Bahwa Yesus datang membawa keselamatan.  Kebenaran ini penting untuk disimak bahwa bacaan hari ini memberikan kita suatu pesan yang sangat berarti dalam tugas kerasulan kita. Bahwa untuk memperkenalkan dan berpartisipasi dalam tugas pewartaan (evangelisasi) kita juga harus punya sikap yang terbuka kepada siapapun yang kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari…kita bisa bergaul dengan siapa saja, tidak exclusive tetapi bisa menghadirkan Kristus kepada siapapun lewat sikap dan tingkah laku serta tutur kata setiap hari. Proud to be Catholic…Bangga menjadi seorang Katolik, karena kata Katolik sendiri berarti Universal, Yesus datang untuk semua orang. Amin

Hari Doa Sedunia Untuk Panggilan. (Minggu, 26 April 2015)

Posted by admin on April 25, 2015
Posted in renungan 

 

Dalam kehidupan kita, ada beberapa jenis panggilan hidup. Ada yang dipanggil untuk hidup berkeluarga, ada yang dipanggil untuk hidup sendiri tanpa menikah, ada yang dipanggil untuk menjadi biarawan atau biarawati, dan ada yang dipanggil untuk menjadi imam, baik imam biarawan maupun iman projo atau diosesan.

Panggilan-panggilan hidup yang berbeda-beda itu oleh Allah dimaksudkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup orang beriman yakni persatuan dengan Tuhan. Persatuan dengan Tuhan sudah kita alami ketika kita merayakan Ekaristi dan berbela rasa dengan saudara-saudari kita yang berkekurangan. Keluarga-keluarga menjadi sarana persatuan dengan Allah melalui persatuan suami isteri yang tak terceraikan dan persatuan kasih antara orang tua dengan anak-anak yang dipangil untuk menghormati, mencintai dan menaati orang tua mereka.

Apakah suami dan isteri yang berpisah menunjukan bahwa mereka gagal mencapai tujuan ideal tadi? Inilah kenyataan yang kadang kita jumpai dalam kehidupan bahwa ada pasangan yang terpaksa harus berpisah karena alasa-alasan tertentu. Perpisahan suami dan isteri bukanlah suatu kegagalan untuk mencapai tujuan hidup orang beriman. Memang tindakan preventif biasanya lebih baik daripada tindakan penyembuhan. Demikian juga pasangan suami dan isteri yang mengalami kekisruhan hidup berkeluarga hendaknya sesegera mungkin mencari bantuan agar perpisahan yang tidak perlu dapat dihindarkan. Namun bila kenyataannya terpaksa ada perpisahan, suami dan isteri yang mengalami itu perlu diberi bantuan konseling agar dapat dengan segala keterbatasan mereka, tujuan hidup panggilan orang beriman bisa terus dipenuhi.

Pangilan hidup sendiri tanpa nikah merupakan kenyataan yang kita jumpai dalam kehidupan. Mereka yang memilih panggilan hidup single ini juga menerima tanggung jawab yang sama untuk mengejar tujuan ideal hidup orang beriman. Mereka ini memiliki kewajiban yang sama dengan umat beriman lainnya. Mereka dipanggil untuk menjadi warga kerajaan Allah dan menyebarkannya melalui gaya hidup single mereka.

Bagi biarawan dan biarawati panggilan hidup mereka adalah mencintai Tuhan dengan hati tak terbagi melalui ketekunan hidup doa dan pelayanan kepada sesama yang kekurangan. Panggilan hidup imam biarawan dan diosesan adalah menjadi pendoa bagi pengudusan dan penyelamatan dunia melalui perayaan Ekaristi dan sakramen-sakramen yang lain. Sering kita mendengar bahwa para imam adalah “man of God, man of prayer, and man of others”.

Pendek kata, pada Hari Minggu Pangilan ini kita diajak untuk melihat kembali bagaimana kita masing-masing telah menekuni kewajiban dan tanggung jawab kita sesuai panggilan kita masing-masing.

Sabtu, 25 April, 2015

Posted by admin on April 24, 2015
Posted in renungan 

 

“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil…”.Demikianlah di Perayaan Pesta St. Markus penginjil diwartakan sabda Yesus ini. Perayaan Ekaristi menjadi dasar yang kuat unruk tugas perutusan ini. Ekaristi tidak hanya dimaksudkan sebagai doa ritual yang kita ikuti secara terus-menerus, akan tetapi juga menjadi sesuatu yang menyentuh dan mewarnai setiap bagian dari hidup kita. Kita membutuhkan untuk menghidupi dan bernafaskan Ekaristi setiap saat bukan hanya pada waktu kita berada di gereja. Ekaristi membutuhkan untuk menjadi suatu jalan yang kita lalui di bawah kehadiran Tuhan dan sesama di dunia ini.

Pangilan untuk mewartakan Injil merupakan tindakan membagikan apa yang telah kita terima dengan Cuma-Cuma dari Tuhan sendiri, yakni keselamatan dalam Kristus. Kita telah menerima rahmat keselamatan dalam Kristus ini tidak untuk kita miliki sendiri melainkan untuk kita gunakan demi keselamatan yang lain juga, untuk dibagikan. Perayaan Ekaristi merupakan pemberian rahmat yang istimewa karena di dalam perayaan ini kita merayakan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus juru selamat dunia. Kita mengucapkan syukur pada keselamatan yang telah kita terima dengan Cuma-Cuma melalui pengorbanan Kristus.

Sebelum kita menerima komuni, imam akan memecah roti untuk dibagi-bagikan kepada umat yang hadir bersama merayakan Ekaristi pada hari itu. Selain menjadi symbol yang mendalam akan pengorbanan Kristus, pemecahan roti ini juga menjadi saat yang tepat bagi kita untuk merefleksikan sikap hidup kita yang belum bernafaskan Ekaristi. Kita membutuhkan untuk memecahkan diri kita dari ketidakpercayaan, kepahitan hidup, kemarahan, keirihatian, rasa malu dan bersalah. Semua kenegatifan itu hanya akan memisahkan kita dari cita-cita Ekaristi untuk menjadi hidup dan nafas kita.

Kemudian roti akan dibagi-bagikan. Ekaristi mengundang kita untuk memasuki keluarga dan masyarakat kita. Menghidup Ekaristi berarti bersedia untuk berbagi apa saja bagi kesejahteraan dan keselamatan keluarga dan masyarakat kita. Ekaristi adalah sebuah undangan kepada kita bukan hanya untuk datang bersama di dalam gereja merayakan ritual suci yang Yesus tinggalkan bagi kita. Ekaristi mengundang kita untuk bersedia membaktikan diri bagi keluarga dan masyarakat, membagi-bagikan seluruh aspek kehidupan kita bagi kesejahteraan dan keselamatan sesama.

Jumat, 24 April, 2015

Posted by admin on April 23, 2015
Posted in renungan 

 

Di dalam Injil Yohanes, kita menemukan perayaan Ekaristi berakar dalam refleksi Injil Yohanes mengenai manna yang baru. “Akulah roti yang turun dari surga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu (maksudnya adalah tentang manna di padang gurun) dan mereka telah mati.” Kita yang diundang untuk merayakan Ekaristi setiap hari diajak untuk menikmati kebahagiaan karena persatuan kita dengan Kristus yang memungkinkan kita hidup. “…barang siapa memakan Aku, akan hidup oleh Aku”.

Hidup tentu saja bukan sekedar asal hidup, melainkan hidup oleh Kristus, berarti hidup yang diwarnai oleh suasana doa dan ketaatan pada perintah Kristus untuk saling mencintai dan memiliki integritas moral pribadi yang baik. Hidup yang diwarnai oleh suasana doa bukan berarti bahwa kita merelakan waktu satu sampai dua jam di depan sakramen maha kudus, kemudian berjam-jam bekerja dan nonton tv. Hidup doa bukanlah lawan dari hidup bekerja dan rekreasi. Berdoa adalah suatu tindakan kesadaran bahwa Kristus senantiasa berada bersama kita, membimbing, melindungi dan memberkati hidup kita.

Maka dimana pun kita berada, bekerja atau rekreasi kita bisa tetap berdoa, dengan menyadari bahwa kita pantas bersyukur atas anugerah pekerjaan dan bersyukur atas anugerah alam yang indah, para seniman, cendikiawan, kaum miskin, pengusaha, atlit olah raga, ahli ilmu-ilmu alam, para politikus, semua kehidupan yang kita amati melalui televisi. Problem-problem dunia yang mengerikan yang kita lihat dari media hendaknya kita persembahkan kepada Kristus yang telah wafat di kayu salib, dan mohon agar Kristus berkenan mengampuni dan berbelas kasih kepada dunia yang dilanda kekuasaan kegelapan.

Kristus mencintai kita dan dunia ini, Ia tidak ingin seorangpun binasa, melainkan agar setiap orang percaya kepadaNya. Inilah tugas kita untuk memperkenalkan Kristus penyelamat dunia kepada orang-orang yang belum pernah mendengar kabar gembira ini. Hal ini memang problematik apalagi setelah kita menyadari bahwa orang-orang Kristen adalah minoritas di dunia ini. Bagaimana sebagai minoritas kita bisa mengajak seluruh dunia hidup dalam Kristus.

Sekurang-kurangnya kita sendiri tetap setia mengimani Kristus di dalam Perayaan Ekaristi dan sikap peduli pada sesama yang menderita. Kita juga berdoa senantiasa bagi keselamatan dunia. Gereja Katolik dengan perayaan Ekaristinya tetap menjadi sarana yang utama dan terutama bagi keselamatan manusia. Tidak sedikit orang jaman sekarang yang tetap bersedia menerima Kerajaan Allah (percaya kepada Kristus dan keselamatan yang dibawakanNya) namun mereka menolak keberadaan gereja Katolik dan beberapa ajarannya.

Semoga kita semakin mencintai perayaan Ekaristi dan mengajak sebanyak mungkin orang untuk mencintai Yesus di dalam Ekaristi.

Translate »