Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Pertobatan dan Pengampunan

Posted by admin on April 22, 2015
Posted in Podcast 

pengampunan

Kamis, 23 April, 2015

Posted by admin on April 22, 2015
Posted in renungan 

 

Perayaan Ekaristi merupakan doa yang bersifat liturgis, artinya doa yang dipanjatkan imam bagi seluruh dunia. Berkat pembaptisan kita menerima martabat imamat. Kita memiliki tanggung jawab untuk berdoa secara liturgis bagi keselamatan dunia. Perayaan Ekaristi yang merupakan doa liturgis komunitas orang beriman bukanlah doa pribadi yang bisa diubah-ubah sesuai suasana hati kita masing-masing. Di dalam doa liturgis itu kita tidak hanya berdoa bagi diri kita sendiri, melainkan kita berdoa bagi keselamatan seluruh dunia.

Kita berdoa bagi dunia supaya dunia hidup, artinya supaya dunia berada dalam naungan kuasa Kristus dan bukan di bawah kungkungan kuasa kegelapan. Kita berdoa supaya suara Kristus bergema di dunia sehingga lenyaplah egoism dan kekerasan digantikan dengan sikap manusiawi yang saling membantu dan hidup dalam perdamaian. Perayaan Ekaristi sebagai doa liturgis yang menyelamatkan dunia mengajak agar kita semua bersedia dan berani mengubah wajah dunia dari kemunafikan dan ketidakjujuran yang mementingkan kepentingan orang-orang tertentu menjadi dunia yang mementingkan kesejahteraan bersama.

Apa yang kita alami di dunia ini yakni kegembiraan dan kesedihan kita persembahkan melalui persembahan Ekaristi. Kita persembahkan roti keberhasilan dunia dan juga anggur kegagalan dunia, darah Kristus yang memungkinkan dunia mencapai keberhasilan sesuai nilai-nilai Injil. Kita persembahkan kekuatan seluruh dunia, kekayaan kita, ketenaran kita, para atlit kita, para seniman kita, pengusaha dunia, kemiskinan dunia, anak-anak, kaum muda, kaum lansia, kesehatan kita dan juga penyakit-penyakit kita. Semuanya: keindahan, kelemahan, kegembiraan dan kesdihan dunia kita persembahkan di dalam perayaan Ekaristi. Dunia yang arogan, tidak peduli akan Allah dan dunia yang memiliki hati akan Allah dengan kerinduan hati akan berkatNya kita juga persembahkan di dalam perayaan Ekaristi.

Apa yang penting di dalam mendoakan perayaan-perayaan liturgis dalam mengingat bahwa doa-doa ini bukanlah bahwa doa-doa itu kita panjatkan untuk diri kita sendiri atau pun doa-doa yang kita panjatkan itu relevan dengan kebutuhan pribadi kita. Doa-doa liturgy itu tidaklah harus relevan dengan hidup pribadi kita. Kita berdoa sebagai orang dewasa, sebagai imam yang memohon berkat Tuhan atas dunia. Semoga dunia diselamatkan olehNya.

Rabu, 22 April, 2015

Posted by admin on April 21, 2015
Posted in renungan 

 

“Akulah roti hidup”. Kembali bacaan Injil hari ini merupakan kelanjutan refleksi kita mengenai Manna yang baru yakni Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi sebagai Manna yang baru adalah roti harian untuk kita. Perayaan Ekaristi dimaksudkan untuk menjadi makanan yang tetap dan terus menerus dari Allah bagi kita, manna yang kita terima setiap hari yang membuat kita tetap hidup di dalam situasi “padang pasir” kehidupan.

Inilah cara baru Allah menyapa kita dengan memberikan kita setiap hari roti hidup yang menopang kita terus-menerus. Praktik Gereja Katolik merayakan Ekaristi setiap hari mendapatkan akarnya di sini. Bagaimana Perayaan Ekaristi memberi kita kekuatan harian? Perayaan Ekaristi menguatkan kita dengan kehadiranNya yang nyata. Allah Bapa memberi kita makan dengan secara fisik menyentuh dan memeluk kita di dalam perayaan Ekaristi dimana kita diperkenankan menerima Tubuh Kristus di dalam telapak tangan kita sendiri.

Bagaimana hal ini bisa dipahami? Kiranya cerita ini bisa membantu kita. Ada sebuah kisah tentang seorang anak muda Yahudi bernama Mordechai yang menolak untuk pergi ke sekolah. Ia berusia enam

tahun ketika ibunya mengantarnya pergi ke sekolah, tetapi ia menangis dan menolak, dan segera sesudah ibunya meninggalkannya di sekolah, ia lari kembali ke rumah. Orang tuanya telah mencoba segala macam cara unruk membujuk dan menerangkan pentingnya sekolah kepadanya, namun tidak membawa hasil.

Akhirnya ketika semua usaha gagal dan membuat orang tuanya putus asa, mereka membawa masalah itu ke seorang Rabbi dan mereka menjelaskan kepadanya situasi anak mereka itu. Rabbi itu hanya berkata, “jika anak itu tidak mau mendengarkan kata-kata, bawalah ia kepada saya”. Mereka membawanya ke rumah belajar milik Rabbi itu. Rabbi itu tidak berkata sepatah kata pun. Ia hanya mengangkat anak itu dan memeluknya erat di dadanya untuk waktu yang sangat lama. Kemudian, masih tanpa kata-kata, Rabbi itu mendudukkan Mordechai. Apa yang dengan kata-kata tidak bisa diraih, suatu pelukan dalam keheningan mampu meraihnya. Mordechai bukan hanya bersedia untuk pergi ke sekolah, ia menjadi seorang pintar dan seorang Rabbi.

Cerita itu hendak menggambarkan bagaimana Perayaan Ekaristi bekerja. Di dalamnya Allah Bapa memeluk kita.

Selasa, 21 April, 2015

Posted by admin on April 20, 2015
Posted in renungan 

 

Apakah anda lapar akan “Roti hidup”? Orang-orang Yahudi selalu percaya bahwa Manna yang turun di padan gurun waktu orang-orang Yahudi keluar dari Mesir merupakan Roti dari Allah (Mazmur 78:24; Keluaran 16:15); Ada kepercayaan yang sangat kuat dari para Rabbi bahwa ketika Mesias datang Ia akan memberi manna dari surga. Ini merupakan karya terbesar dari nabi Musa. Sekarang para pemimpin Yahudi memaksa Yesus untuk membuat manna sebagai bukti atas klaimNya bahwa Ia adalah Mesias. Yesus merespon mereka dengan menegaskan bahwa bukan nabi Musa yang memberi mereka Manna melainkan Allah. Dan Manna yang diberikan kepada nabi Musa dan umat bukanlah sungguh-sungguh roti dari surga melainkan symbol akan roti yang akan datang.

Kemudian Yesus membuat klaim yang hanya Allah yang dapat berkata demikian, “Akulah Roti Hidup”. Roti yang ditawarkan oleh Yesus tidak lain dan tidak bukan adalah hidup Allah sendiri. Inilah Roti yang sejati yang hanya Allah yang dapat sungguh-sungguh mengeyangkan hati dan budi kita. Roti yang Yesus berikan pada Ekaristi tidak hanya menopang terus-menerus perziarahan kita menuju kerajaan Allah melainkan juga memberi kita rahmat ilahi yang luar biasa besar yang menopang kita terus-menerus unuk bertahan dalam kesetiaan kepada Kristus sekarang ini di dunia dan kelak untuk hidup keabadian. Ekaristi adalah makanan ilahi yang menyembuhkan baik fisik maupun jiwa kita.

Ada ksah seorang bayi dari suku Aborigin di benua Australia yang sakit parah dan dinyatakan oleh dokter setempat bahwa bayi tersebut akan segera meninggal. Melihat situasi kritis itu nenek dari bayi tersebut mengajak ibu bayi itu supaya memeluk erat-erat bayinya. Kemudian semua yang hadir mulai menyenandungkan lagu-lagu suku Aborigin yang konon biasa disenandungkan oleh dukun-dukun untuk mohon kesembuhan.Setelah semalam suntuk bayi itu berada di dalam pelukan ibunya dengan diiringi senandung penyembuhan, bayi itu sembuh dari semua penyakitnya.

Demikian juga di dalam Ekaristi, kita bersenandung memuliakan Allah dan kita dipelukNya sambal mendengarkan sabdaNya dan bersatu denganNya di dalam tubuh Kristus. Bukankah kita percaya bahwa kita bisa disembuhkan jiwa dan raga kita di dalam perayaan Ekaristi?

Senin, 20 April, 2015

Posted by admin on April 19, 2015
Posted in renungan 

 

Masa empat puluh hari mulai dari hari raya Paskah sampai dengan hari raya Kenaikan Tuhan bagi pada murid Yesus merupakan masa berduka dan sekaligus masa pembelajaran untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup yang baru. Para murid mengalami diri mereka dituntun oleh Tuhan menepaki hari-hari yang sulit untuk dipahami oleh mereka sendiri. Hari-hari yang sulit ini adalah situasi yang sangat baru bagi mereka yakni wafat dan kebangkitan Tuhan yang menimbulkan berbagai macam sikap dan perasaan seperti mereka menjadi terkejut, heran, terdiam, asing, takut, bertanya-tanya, tidak percaya, memikirkan yang bukan-bukan, sampai mereka mengira Yesus sebagai hantu, melihat masa depan hanya ada kesulitan-kesulitan belaka, ragu-ragu tapi merasa girang gembira juga.

Dalam situasi yang membingungkan namun memberi sebersit harapan yang menggembirakan ini, Tuhan berkenan menampakan diriNya kepada para murid untuk membimbing mereka memahami pengalaman baru akan kebangkitan Tuhan melalui Kitab Suci. Pelan-pelan, setapak demi setapak Yesus menuntun mereka melihat, memahami dan menegaskan bahwa “siklus” penyelamatan itu memang harus dimulai dari Jumat Agung, Minggu Paskah, Kenaikan dan berakhir dengan Pentakosta.

Periode empat puluh hari sesudah Yesus wafat dan bangkit merupakan periode pemurnian iman dan motivasi hidup bagi para murid. Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita semua juga akan pemurnian iman dan motivasi kita hidup. Siapakah hidup kita itu? Hidup kita adalah Kristus. Apakah yang kita cari dalam hidup ini? Kita mencari Kristus. Untuk apa kita bekerja sekurang-kurangnya empat puluh jam seminggu? Untuk apa kita berekreasi? Untuk apa kita ke gereja menghadiri parayaan Ekaristi? Semua itu kita lakukan tidak lain karena kita ingin memurnikan iman kita akan Yesus dan bersatu dengan Kristus di dalam Ekaristi.

Pemurnian iman dan motivasi ini hendaknya kita lakukan setiap hari terutama pada pagi hari menjelang kita beraktivitas dan malam hari menjelang kita berangkat tidur. Melihat kembali pengalaman hidup kita seharian dengan terang iman artinya meneliti bagaimana Tuhan mendampingi hidup kita seharian. Kita juga diajak untuk mengkritisi perilaku kita terhadap anggota keluarga dan sesama di tempat kita bekerja. Apakah kita sudah memancarkan terang kasih Allah kepada mereka? Ataukah kita justru semakin egois mementingkan diri kita sendiri.

 

 

Translate »