Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Melayani atau Dilayani?

Posted by admin on April 8, 2015
Posted in renungan 

Kis 3:1-10
Mzm 105
Lukas 24:12-35

Beberapa minggu terakhir ini saya mencoba suatu bentuk pelayanan baru, pelayanan atau ministry yang biasanya saya takuti tapi akhirnya saya coba beranikan diri: jail ministry atau melayani orang-orang yang dipenjara. Biasanya kami satu tim berdua atau bertiga mengadakan persekutuan doa dan pendalaman kitab suci pada sekolompok kecil tahanan. Malam ini kami datang bertiga. Tak disangka, hanya satu orang tahanan yang bersedia datang ke kegiatan kami. Walaupun kelihatannya tidak berimbang, kami putuskan tetap meneruskan acara.

Setelah menyanyikan beberapa lagu dan membaca Alkitab, kami mempersilakan sang tahanan, sebutlah namanya Jane, untuk membagi pengalaman iman. Jane ternyata seseorang yang sudah melalui masa-masa penuh perjuangan dalam hidupnya. Orangtuanya bercerai dan ayahnya, yang membesarkannya sendirian, meninggal secara tiba-tiba waktu Jane hanya berumur 19 tahun. Padahal pada saat itu Jane baru saja mempunyai seorang bayi. Dia merasa putus asa dan marah pada Tuhan. Jane pun sempat berpikir akan bunuh diri, tetapi rencananya terhenti ketika anaknya meminta minum padanya dan Jane tersadar bahwa ini tanda dari Tuhan bahwa dia masih dibutuhkan di dunia ini.

Banyak pengalaman lain dari Jane yang diceritakannya malam ini. Di dalam semuanya ada satu hal yang sama. Jane selalu berbicara tentang bagaimana Tuhan selalu menolongnya. Malam ini rasanya peran kami berbalik. Dengan berbagi kesaksian tentang imannya, Jane menjadi pelayan atau minister bagi kami. Dialah yang membagikan kabar baik bagi kami, bukan sebaliknya.

Kedua orang murid yang berjalan ke Emmaus dalam bacaan Injil hari ini menjumpai seseorang yang asing bagi mereka. Mereka menawarkan makanan dan tempat menginap untuknya. Sebagai pengikut Yesus yang baik mereka berpikir untuk melayani orang asing ini. Tetapi pada akhirnya bukan mereka yang memberikan makanan pada Yesus, tetapi justru Yesus yang memecah roti dan memberi mereka makanan abadi, roti kehidupan. Saat itu juga terbukalah mata mereka dan mereka mengenali Dia. Mirip dengan peristiwa Maria Magdalena yang mengenal Yesus ketika Dia memanggil namanya.

Sebagai orang Katolik mungkin seringkali kita merasa bahwa kita mempunyai sesuatu yang lebih yang bisa kita tawarkan pada orang lain. Memang kita harus menyebarkan kabar baik Kristus ke seluruh dunia. Tetapi kita juga percaya bahwa Roh Kudus bisa memakai siapa saja untuk menyebarkan kabar baik itu. Kita tidak sempurna dan kadang perlu diingatkan kembali tentang kasih Tuhan bagi kita. Sekarang dapatkah kita membuka mata dan telinga hati kita untuk melihat dan mendengarkan Tuhan, bahkan lewat orang yang tidak pernah terpikirkan oleh kita?

Dengar Dia Panggil Nama Saya

Posted by admin on April 7, 2015
Posted in renungan 

Kis 2:36-41
Mzm 33
Yoh 20:11-18

The Appearance of Christ to Mary Magdalene by Alexander Ivanov

The Appearance of Christ to Mary Magdalene by Alexander Ivanov

Kisah Maria Magdalena dalam Injil Yohanes agak unik dibanding Injil yang lain. Yohanes menceritakan bahwa Maria sendirian mengunjungi makam Yesus. Setelah menemukan bahwa batu penutup makam telah terbuka dan memberitahukan para murid yang lain, dia tinggal sendiri dan menangisi nasib jenazah gurunya yang hilang. Bayangkan, Sang Rabbi yang dikasihinya yang beberapa hari lalu harus dia saksikan sendiri disiksa dan wafat di kayu salib, sekarang jenazahnya pun hilang. Apakah masih kurang musibah yang sudah datang berturut-turut pada kelompok pengikut Yesus? Maria tidak kuat lagi menahan semuanya. Segala keputusasaannya tertumpah dalam tangisannya di makam Yesus hari itu.

Tapi tiba-tiba muncul seseorang yang Maria pikir adalah tukang taman. Dia pun mengadu kepada orang itu tanpa mengenali siapa dia. Hanya ketika Yesus memanggil namanya, “Maria!” maka sadarlah dia bahwa orang itu adalah gurunya sendiri dan dia berteriak setengah tidak percaya setengah bersukacita, “Rabboni!” Dapat dibayangkan bagaimana perasaan hati Maria saat itu. Orang yang dikasihinya, yang dia pikir sudah mati, sekarang berdiri di depannya dan berbicara dengannya.

Maria tidak mengenal Yesus sampai namanya dipanggil. Yesus sang Firman sendiri, berfirman pada Maria dan firman itulah yang menyentuh sesuatu dalam lubuk hatinya sehingga dia mengenali Yesus.

Dulu waktu saya sekolah Minggu di Indonesia kami diajarkan lagu: Dengar Dia panggil nama saya, dengar dia panggil namamu.” Tuhan selalu memanggil kita dengan penuh keakraban, seperti seorang sahabat yang sungguh dekat. Dengan mendengar suaraNya memanggil nama kita, ada sesuatu yang bergetar dalam lubuk hati kita. Ini panggilan hidup kita, tidak lain untuk lebih dalam masuk ke hubungan kasih Allah Tritunggal. Manusia diciptakan oleh Tuhan dan akan kembali pada Tuhan. Kita sudah dipanggil. Apa jawaban kita?

Wartakan dengan Lantang!

Posted by admin on April 6, 2015
Posted in renungan 

Kisah Para Rasul 2:14, 22-33
Matius 28:8-15

Dalam bacaan dari Kisah Para Rasul hari ini kita melihat Petrus mewartakan dengan lantang tentang kebangkitan Yesus. Ini adalah Petrus yang sama dengan Petrus yang kita dengarkan dalam kisah sengsara Yesus minggu lalu, yang hanya terduduk lesu di luar sementara gurunya diadili oleh para pemuka agama Yahudi. Ini adalah Petrus yang beberapa hari sebelumnya menyangkal Yesus sampai tiga kali karena malu dan takut. Tetapi hari ini, setelah kuasa Roh Kudus turun padanya, dia berdiri di hadapan banyak orang dan dengan suara lantang mewartakan kebangkitan Yesus dan memberi kesaksian tentang apa yang dilihat dengan mata dan kepalanya sendiri!

Malam Paskah kemarin di paroki kami di Mission San Luis Rey, Oceanside, California, ada sekitar 20 orang dibaptis. Pembaptisan dilakukan dengan “full immersion” di kolam baptis, di mana para baptisan masuk ke dalam kolam dan membenamkan kepalanya tiga kali ketika dibaptis dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Sungguh peristiwa yang luar biasa, sangat menyentuh tetapi juga penuh keceriaan. Semangat mereka untuk menjadi Katolik memberi inspirasi bagi saya dan saya yakin semua orang yang menyaksikan. Dengan pembaptisan hidup lama mereka mati dan bangkit memulai hidup baru dengan Kristus.

Semangat inilah yang patut kita contoh. Marilah kita wartakan kabar baik ini, bahwa kematian telah dikalahkan oleh Kristus yang telah bangkit. Marilah kita wartakan tidak terutama dengan kata-kata, tapi dengan perbuatan kita. Kita adalah manusia yang sudah bangkit bersamaNya. Maut tidak mampu mengalahkan kita. Seperti janji Yesus pada murid-muridNya, bahwa Dia menunggu mereka di Galilea, Ia pun menjanjikan kita bahwa Ia menanti kita dengan penuh kerinduan di akhir hidup kita.

Bagimu, Apa arti Paskah?

Posted by admin on April 4, 2015
Posted in renunganvideocast  | 1 Comment

IMG_3447[1]

Sabtu, 4 april, 2015

Posted by admin on April 3, 2015
Posted in renungan 

Bacaan I : Kej. 1:1 – 2:2 (Kej. 1:1,26-31a)

Bacaan Injil : Mrk. 16:1-8

Ada istilah yang mengatakan demikian, tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan. Kalau kita menelaah dengan sungguh ternyata penderitaan dan kebahagiaan bagaikan mata uang dengan dua sisi, yaitu kebahagiaan dan penderitaan. Tak mungkin kita menerima yang satu namun menolak yang lain. Tuhan kita Yesus Kristus telah menunjukkan hal tersebut. Tuhan lewat sengsara, wafat dan kebangkitanNya menunjukkan kepada kita bahwa kemuliaanNya harus Ia capai melalui jalan penderitaan.

Ternyata penderitaan adalah guru yang sangat baik bagi hidup kita. Ia mengajari kita banyak hal. Maka tidak salah jika ada ungkapan yang mengatakan demikian: “Orang yang paling kesepian adalah orang yang paling baik. Orang yang paling sedih adalah orang tersenyum paling cerah. Orang yang paling hancur adalah orang yang paling bijaksana. Semua itu terjadi karena mereka tidak ingin melihat orang lain mengalami penderitaan seperti yang mereka alami”. Ungkapan tadi mengajari kita bahwa penderitaan membuat seseorang menjadi bijak serta peduli pada nasib orang lain, selain itu menyadarkan kita untuk berani berbuat sesuatu yang baik, terutama mereka yang menderita.

Santa Teresa Avila sungguh menekankan sikap peduli terhadap sesama yang menderita. Ia mengatakan demikian: “Tuhan meminta perbuatan. Jika kalian melihat seorang sakit yang penderitaannya dapat kalian ringankan barang sedikit saja, maka kamu harus menganggap hal sepele untuk meninggalkan doamu yang amat bersemangat itu, guna menolong si sakit”. Rasa peduli ini dapat pula kita temukan dalam Injil hari ini. Para wanita sahabat Yesus; mereka membeli rempah-rempah untuk meminyaki Yesus. Semua itu mereka lakukan karena mereka sungguh mencintai Yesus. Kasih yang besar mendorong mereka untuk melakukan sebuah pekerjaan yang mustahil.

Mereka menunjukkan bahwa kasih bukanlah soal pengetahuan, melainkan perbuatan. Tuhan memanggil kita bukan untuk banyak mengerti namun untuk banyak berbuat. Dan perbuatan baik hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang tahu menghargai penderitaan. Mereka tidak ingin melihat orang lain mengalami penderitaan. Semoga Tuhan membuat kita makin terbuka untuk mengharagi rahmatNya sekalipun itu adalah penderitaan. Yakinlah bahwa penderitaan jika disyukuri dan diterima serta diolah membuat kita menjadi pribadi yang dewasa dalam iman dan perbuatan. Amin. (Sulistya)

Translate »