Jumat, 19 Februari 2016
Yehezkiel 18:21-28
Mazmur 130
Matius 5:20-26
Saya mencoba membandingkan beberapa Alkitab terjemahan Indonesia yang ada di internet untuk melihat kata yang digunakan dalam Yehezkiel 18:29. Mungkin karena bangsa kita adalah bangsa yang sopan dan halus, umumnya terjemahan kita menggunakan kata seperti: “Tuhan keliru” atau “Tindakan Tuhan tidak tepat”.
Menurut saya, kalau kita baca lebih jauh konteks dalam Kitab Yehezkiel hari ini, tuduhan bangsa Israel lebih kuat dan memakai emosi yang lebih dalam. Bayangkan saja, mereka mendengar Tuhan berkata bahwa seseorang yang selama hidupnya berbuat baik tapi kemudian melakukan kejahatan akan mati, tetapi seseorang yang selama hidupnya berbuat jahat tapi kemudian bertobat dan melakukan kebaikan akan hidup. Dihadapkan dengan skenario semacam itu, reaksi yang lebih tepat adalah seruan yang penuh emosi: “Tuhan curang!”
Kata ini sering dipakai oleh anak-anak, termasuk kita sendiri waktu seumur itu. Jika kita bermain dengan teman dan mereka kemudian menang, biasanya kita langsung menuduh, “Curang!” Begitu pula reaksi bangsa Israel, pengertian mereka akan jalan Tuhan pun masih seperti anak-anak dan mereka merasa Tuhan berbuat curang.
Tapi apakah keluhan semacam ini hanya diucapkan Israel jaman dulu? Tidakkah kita juga terkadang masih menuduh Tuhan curang? Saat tetangga kita yang tidak pernah ke gereja tapi bisa beli mobil baru yang mewah? Atau teman kantor yang lebih malas dari kita tapi dapat promosi jabatan? Atau seorang keluarga kita tiba-tiba sakit berat padahal kita sudah merasa selalu menjalankan perintah Tuhan dan taat berdoa?
Jawaban Tuhan pada Israel menjadi jawabanNya bagi kita juga: “Jalanmu bukanlah jalanKu.” Kita tidak tahu rencana Tuhan pada setiap orang. Hanya satu yang kita tahu dan kita percaya penuh, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Apapun yang dilakukanNya selalu didasari kasihNya pada kita. Kecemburuan pada orang lain hanya akan membuat kita lupa dan buta akan anugerah Tuhan yang diberikan secara khusus dan unik pada kita.
