Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Kamis, 19 Mei 2016

Posted by admin on May 18, 2016
Posted in renungan 

 

Injil: Markus 9:41-50

Saudara/i, kita semua dianugerahkan Tuhan hadiah terindah dan terbesar dalam kehidupan kita yakni Yesus sendiri. Sebagai pengikut Kristus, kita percaya bahwa Yesus adalah bahasa cinta Allah paling sempurna dan total kepada manusia. St. Paulus secara sangat indah melukiskan bahwa Cinta Allah tertuang dalam hati kita oleh Roh Kudus yang diberi kepada kita. Cinta Allah menyucikan hati kita dan mendorong kita untuk mengungkapkan cinta itu secara aktif dalam wujud kebaikan dan kemurahan hati kepada saudara/I kita dan para tetangga kita sebab sebagaimana Tuhan menciptakan kita menurut gambar-Nya, Tuhan juga menciptakan mereka menurut gambar dan wajah-Nya. Kita diciptakan oleh Cinta dan Untuk Cinta. Kita diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Baik dalam kehidupan maupun dalam kematian, kita adalah milik Allah. We belong to God. Tindakan amal dan kasih yang kita tunjukkan kepada sesama kita adalah ekspresi yang sesungguhnya dari terima kasih kita atas berkat Tuhan yang berlimpah dalam seluruh kehidupan kita. Guru Agung Yesus Kristus sudah mendeklarasikan secara terang-terangan bahwa setiap bentuk kebaikan dan kemurahan hati yang kita berikan kepada sesame, lebih-lebih karena kita menemukan wajah Kristus dalam wajah sesama itu, tidak akan kehilangan upahnya. Sebagaimana Yesus, saudara sulung kita tidak pernah menolak untuk memberikan kepada siapapun yang membutuhkan belas kasihan-Nya, kita pun dipanggil untuk menjadi penuh belas kasih dan murah hati seperti Dia.

Yesus juga berbicara bahwa kita adalah garam dan api bagi sesama. Kalau garam tidak asin, maka tidak ada gunanya. Kalau api tidak berpijar dan menyala, maka tidak ada faedahnya. Garam itu asin, api itu menyala.

Garam bukan saja memberi rasa pada makanan tetapi menjadi bahan pembantu dalam mengawetkan makanan (lebih-lebih daging) secara sederhana dan murah. Yesus menggunakan simbol garam ini untuk mengundang setiap murid-Nya, kita-kita ini untuk menjadi garam bagi dunia. Kita dipanggil untuk memberi rasa kasih kepada yang mati rasa dan mati nurani. Kita dipanggil untuk menjaga keawetan tali kasih dan persaudaraan, kita dipanggil untuk memurnikan dan mempertahankan komunitas umat manusia yang dilandaskan atas kasih dan kemurahan hati Allah sendiri.

Kita juga adalah api kasih Allah. Jangan padamkan api Allah dengan menjauh dari sumber api yang adalah Allah sendiri. Arang yang menjauh dari tungku lama-kelamaan akan hilang baranya. Manusia yang menjauh dari Allah juga sama, akan hilang dan pudar api antusiasme kehidupannya. Kalau kita berhadapan dengan tantangan dan salib (yang mungkin kita rasa tak terpikulkan), jangan kurang hati, jangan tawar hati, jangan menjauh dari Allah. Dalam setiap cobaan dan tantangan , selalu ada kesempatan bagi kita untuk didewasakan dan dimatangkan dalam bejana api kasih Allah sendiri. Kita adalah garam dan api. Mari memberi rasa bagi kehidupan. Mari bagi nyala api kasih itu. Jangan berhenti pada Anda. Berbagilah.

Rabu, 18 Mei 2016

Posted by admin on May 17, 2016
Posted in renungan 

 

Injil: Mark 9:38-40

Jangan berang, marah-marah dan cemburu kalau orang melakukan kebaikan dan kemurahan hati. Jangan menjadi kurang hati kalau orang bisa melakukan sesuatu yang hebat sementara mungkin kita merasa bahwa kita hanya melakun yang biasa-biasa saja. Apa yang biasa-biasa saja menurut kita, mungkin dapat menjadi keajaiban pula bagi orang lain dan Tuhan. Dalam hidup ini, kita berlomba-lomba dan berkompetisi untuk menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi Tuhan dan sesama dengan banyak berbagi rahmat, berbagi rahmat dan mujikzat dengan yang lain.

Yesus menegur para muridnya yang penuh dengan kecemburuan dan kecurigaan. Mereka kurang nyaman kalau ada orang lain yang juga bisa melakukan mujikzat dalam nama Yesus. Mereka merasa harga dirinya jatuh. Mereka merasa tersaingi. Mereka kemudian bahkan melarang orang tersebut melakukan mujikzat karena mereka menganggap dia bukan pengikut resmi Yesus. Jawaban Yesus adalah pukulan telak bagi mereka. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.” Kita ingat kata-kata St. Paulus: Cinta itu tidak cemburu tetapi dia bersukacita karena kebenaran dan dalam kebenaran. (1 Korintus 13:4,6).

Cemburu dan iri hati adalah dua sikap yang sarat akan dosa karena menghantar kita pada sikap susah hati di mana seharusnya kita bersukacita. Kalau saya susah hati karena saya melihat kualitas kebaikan dan kemurahan hati sesama saya, saya perlu bertanya pada diriku sendiri, “Apakah saya layak untuk marah dan cemburu?” Kecemburuan adalah musuh cinta. Baik objek dari cinta kasih maupun objek dari cemburu adalah kebaikan sesama. Orang yang penuh kasih bergembira karena melihat kualitas kebaikan orang lain. Orang yang penuh benci dengki melihat kebaikan orang lain.

Untuk mengatasi kecemburuan yang salah kaprah dan tidak sehat, kita terlebih dahulu perlu menyadari bahwa kecemburuan itu real dan bercokol dalam hati kita. Mari kita minta Tuhan supaya ubah kita alih-alih dari bertahan dalam kecemburuan yang kontraproduktif, menjadi pribadi yang jauh lebih baik, jauh lebih positif, penuh kasih dan kemurahan hati. Mari kita berjuang dan berlomba-lomba untuk saling mengasihi dan memperhatikan sebab itulah teladan yang diwariskan Guru Agung kita. Cinta dan respek adalah kehidupan. Benci dan tidak respek adalah kematian. Amin.

Saudara saudari yang terkasih,

Mengingat banyaknya pergantian jadwal dari Gereja yang akan dikunjungi ,maka kami akan memuat jadwal lengkap/ final kunjungan IPVS (International Pilgrim Virgin Satue) ke Indonesia pada tanggal 22 Mei 2016.

Jadwal kunjungan sangat singkat dan permohonan sangat banyak , maka Panitia memohon maaf kalau tidak sempat melayani semua permintaan.

Saat ini Panitia Lokal di Indonesia sedang dibentuk, dan akan kami sampaikan lewat situs ini.

Nantikan update selanjutnya.

Terima kasih

 

Selasa, 17 Mei 2016

Posted by admin on May 16, 2016
Posted in renungan 

 

Injil: Mark 9:30-37

Betapa malunya para murid Yesus ketika mengetahui bahwa Yesus rupanya mendengarkan perdebatan mereka tentang siapa yang paling besar dan paling hebat di antara mereka. Mereka merasa lebih hebat, lebih suci, lebih mampu daripada yang lain. Itu adalah tendensi dari setiap insan manusia dan tendensi seperti itu pun kadang-kadang hidup dalam peziarahan kita. Kita kadang-kadang bertingkah seperti para murid tersebut, merasa diri hebat dan sempurna dan tidak merasa perlu diperbaiki dan dikoreksi. Kita membandingkan diri dengan orang lain dan mengharapkan supaya kalau bisa orang sesering mungkin memuji dan menyanjung-nyanjung diri kita. Kita menyetel telinga kita terhadap setiap pujian tetapi kadang kita tuli atau bahkan geram ketika kita dikritik.

Saudara/i, secara umum, kecenderungan manusiawi untuk diterima, dipuji dan diapresiasi sebagai pribadi berkualitas adalah kecenderungan yang baik. Bahkan Mazmur bab 8 ayat 5 sendiri menyatakan: “Siapa manusia sehingga Dikau (baca: Tuhan) mengindahkannya. “Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.” Tuhan pung menghargai dan mengapresiasi manusia. Tidak ada salahnya kalau kita memperoleh pujian dan respek. Namun yang mau disoroti dan dikritik Yesus adalah mentalitas buruk yang hanya mengejar pujian dan respek, supaya diakui. Di sana ada tendensi, orang tidak lagi memuliakan Allah asal dari segala sesuatu, tetapi orang lebih cenderung memuliakan diri sendiri. Ini adalah bahaya besar kalau manusia merasa “Ah, saya hebat kok, saya pintar dan brilian… ngapain pikir yang lain? Ideku adalah ide yang terbaik, kepemimpinanku adalah kepemimpinan yang paling ideal” Kita perlu bertanya diri, menurut standar siapa. Jangan-jangan hanya berdasarkan standar kita sendiri yang sering kali subjektif dan berat sebelah.

Yesus adalah model kerendahan hati itu sendiri. Dia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Santo Paulus mengatakanYesus yang adalah Tuhan mengosongkan dirinya dan mengambil rupa hamba sehingga Dia bisa masuk ke dalam sejarah manusia dan menebus manusia, sejarah dan semesta. Yesus merendahkan posisinya sehingga Dia dapat mengangkat kerendahan dan kelemahan kita dan mengenakan jubah ilahi dalam ketidaksempurnaan kita. Mari kita belajar dari Yesus untuk semakin rendah hati dan melayani sepenuh hati seperti Yesus sendiri. Amin.

Senin, 16 Mei 2016

Posted by admin on May 16, 2016
Posted in renungan 

 

Injil: Markus 9:14-29

Umat beriman, kita tidak bisa menghindar bahwa dalam kehidupan, kita bisa saja mengecewakan orang-orang terdekat kita termasuk mereka yang kita cintai. Yesus mungkin saja kecewa karena betapa murid-murid-Nya yang begitu dekat dengan-Nya ternyata iman mereka belum begitu memadai. Mereka meragukan campur tangan ilahi. Mereka sangsi bahwa Tuhan menyertai mereka. Jawaban Yesus kepada ayah anak yang dibebaskan dari roh jahat sungguh menampar keraguan iman para murid. “Segala sesuatu mungkin untuk mereka yang percaya kepada Allah” Dan sesudah mujikzat itu terjadi, murid-murid menghampiri Yesus dan bertanya mengapa mereka tidak dapat melakukan apa yang baru saja Yesus buat, Yesus menjawab dengan tegas bahwa “Jenis ini tidak dapat disembuhkan kecuali dengan doa.”

Iman dan doa mesti berjalan beriringan. Iman yang kokoh dan kuat dipupuk dalam doa yang berkanjang dan doa yang efektif adalah doa yang dilandasi oleh sikap iman yang bersandar total dan sepenuh hati kepada Tuhan. Kita baru saja merayakan Pentekosta ketika Allah menganugerahkan Roh Kudus untuk menerangi yang gelap, menginspirasi yang buntu dan menguatkan dan meneguhkan yang lemah dan lunglai. Kita perlu berdoa dan mengabdi Tuhan dalam Roh dan Kebenaran. Kelemahan manusiawi kita tidak boleh membuat kita putus asa dan mundur. Tuhan memberikan kepercayaan kepada para Rasul-Nya untuk tugas yang mulia bukan melulu karena mereka sempurna dan tanpa cacat cela. Dia memberikan kepercayaan itu kepada mereka supaya dalam kelemahan tersebut, mereka tetap berkanjang dalam sikap iman yang benar dan dalam semangat doa yang berkanjang.

Kita juga berdoa dan berusaha agar dalam setiap tantangan, cobaan, godaan dan keputusasaan, kita tetap mampu menatap pada Dia yang selalu percaya pada kita, tidak peduli betapa tak sempurna diri kita. Dia Yesus Tuhan kita yang menyerukan sejak awal bahwa kita hanya bisa mendekati Allah dan mengatasi setiap persoalan kita ketika kita datang kepada-Nya, berserah total kepada dia seperti Bapa dari si anak yang kerasukan dan mengabdi Tuhan dalam Roh dan dalam Kebenaran. Ketika kita sangsi dan ragu: Ingatlah selalu kata-kata Yesus ini: “Segala sesuatu mungkin untuk mereka yang percaya kepada Allah” dan ketika kehidupan kita mengendur dan kita mulai didera persoalan yang rumit, kita ingat bahwa Guru Besar kita sudah berkata: “Jenis ini tidak dapat disembuhkan kecuali dengan doa.” Iman dan Doa itulah warisan agung Yesus bagi kita. Totalkah iman saya pada Yesus? Berkanjangkah saya dalam setiap doa saya? Jawabannya ada dalam pengalaman iman Anda. Jadi pengikut Yesus jangan setengah-setengah, jangan suam-suam kuku. Amin.

Translate »