Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Berjaga dan bekerja

Posted by admin on October 22, 2019
Posted in renungan 

Rabu Pekan Biasa XXI, 23 Oktober 2019

Bacaan: Roma 6: 12-18; Lukas 12: 39-48

Tuhan Yesus membuat sebuah ilustrasi yang indah dalam menyampaikan ajaranNya kepada para muridNya. Gambaran seorang hamba yang menantikan tuannya pulang, sehingga hamba ini harus selalu berjaga sampai tuannya datang. Bukan hanya menunggu, namun hamba ini juga harus menyambut dan menyiapkan santapan bagi tuannya. Selama tuannya belum pulang, sang hamba tentu saja berjaga dan juga melakukan pekerjaannya dan bukan nganggur apalagi tidur. Hamba seperti inilah yang diharapkan, karena hamba ini melakukan semuanya dengan cinta dan kesetiaan kepada tuannya. Maka seorang hamba adalah orang yang mempunyai relasi yang dekat dengan tuannya, mengasihi dan memperhatikan tuannya, sebagai yang diabdi.

Ternyata tuan yang diabdi itu adalah Tuhan sendiri, yang pada akhir zaman nanti akan datang untuk membawa manusia, kita semua, memasuki Kehidupan Kekal. Manusia tidak pernah tahu kapan Tuhan akan datang kembali sebagai tanda kedatangan akhir zaman. Oleh sebab itulah manusia seperti hamba, perlu berjaga dan terus bekerja untuk mempersiapkan kedatanganNya, kapan pun itu akan terjadi. Manusia yang setia, yang selalu siap dan berjaga tentu akan menyambut ketika Tuhan datang dan melayaniNya. Manusia seperti inilah yang akan memasuki Kehidupan Kekal bersama Tuhan yang dicintainya.

Bagaimana dengan kita sendiri, apakah kita juga sudah menjadi seorang hamba yang baik dan setia, yang mempersiapkan kedatangan Tuhan kepada kita? Saatnya sekarang ini, kita perlu semakin menyadari panggilan hidup kita sebagai seorang hamba Tuhan. Kita semua perlu mempunyai sikap dan hati seorang hamba, yang setia dan tekun bekerja bagi Tuhan dan selalu siap sedia menantikan kedatangan Tuhan, kapan pun itu terjadi. Dalam masa penantian ini, kita tetap terus bekerja dan melakukan semua tugas kita dengan baik. Selalu perlu waspada akan berbagai tawaran dunia yang bisa menyesatkan kita. Begitu pula sikap hidup yang baik dengan semangat kasih dan pengorbanan, harus terus dijaga. Maka melalui kerja harian, perbuatan harian yang sederhana serta doa yang tekun, kita telah menjadi hamba yang baik dan setia serta selalu menyiapkan kedatangan Tuhan.

Selalu siap sedia

Posted by admin on October 21, 2019
Posted in renungan 

Selasa Pekan Biasa XXI, 22 Oktober 2019

Bacaan: Roma 5: 12.15b.17-19.20b-21; Lukas 12: 35-38

Seringkali ketika kita akan menyambut kedatangan seseorang, apalagi tamu yang khusus atau anggota keluarga, maka kita akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Persiapan ini membutuhkan cukup waktu sesuai dengan waktu kedatangannya, sehingga semua siap. Namun yang dikatakan Yesus pada kesempatan ini berbeda sekali, karena yang akan datang ini belum jelas kapan waktunya. Sementara yang akan datang ini adalah tuan rumah sendiri, yang bisa datang kapan pun ketika dia selesai kegiatannya di luar rumah. Oleh sebab itu diperlukan persiapan yang lebih lama dan bahkan senantiasa harus siap. Kesiapan bukan hanya untuk menyambutnya, namun juga makanan yang harus siap saji.

Tuhan Yesus menyampaikan ilustrasi ini kepada para muridNya dan juga kepada kita semua agar kita semua selalu siap sedia. Kesiapan ini menyangkut waktu yang belum jelas dan persiapan diri kita sendiri. Dalam hal ini kita menempatkan diri sebagai seorang hamba yang menantikan sang tuan yang akan pulang, yang tentunya mengharapkan kehadiran hambanya. Sang Tuan itu adalah Tuhan sendiri, yang akan datang dan Ia bisa datang setiap saat tanpa kita ketahui. Oleh sebab itulah kita perlu selalu siap sedia menyambutNya ketika Tuhan datang. Ketidakjelasan kapan Tuhan akan datang inilah yang membuat kita harus lebih waspada dan tidak lengah dalam mempersiapkan diri. Tentu saja persiapan ini menyangkut diri kita sendiri, karena Tuhan datang untuk bertemu dengan kita, Tuhan ingin disambut oleh diri kita masing-masing.

Waktu persiapan itu adalah sekarang ini dan jangan pernah menunda lagi. Memang kita bisa berpikir mungkin masih lama, namun itu sebuah kemungkinan. Bukankah kita harus selalu siap seakan-akan Tuhan datang pada hari ini, malam ini, maka ketika Dia sungguh datang, kita sudah siap menyongsongNya. Kadang kita memang merasa jenuh dan bosan dalam menunggu, apalagi ada banyak hal lain yang menarik sehingga kita cenderung beralih perhatian ke sana. Oleh sebab itulah dalam masa persiapan ini, jangan sampai kita lengah dan mengalihkan fokus kita dari Tuhan. Sekarang ini arus dunia begitu deras sehingga kita juga terseret ke sana, lebih berfokus pada diri dan kesenangan pribadi. Semoga mulai sekarang kita kembali ke fokus utama kita, bersiap bagi kedatangan Tuhan.

Harta kekayaan

Posted by admin on October 20, 2019
Posted in renungan 

Senin Pekan Biasa XXI, 21 Oktober 2019

Bacaan: Roma 4: 20-25; Lukas 12: 13-21

Ternyata kehadiran Yesus dalam kehidupan bangsa Israel, tidak hanya dicari untuk melakukan mujijat, namun juga sampai hal paling duniawi pun, Yesus dicari. Yesus diminta untuk mengurusi pembagian harta warisan antar saudara. Di satu sisi mengherankan, namun di lain sisi menjadi sarana yang baik bagi Yesus untuk membuka mata mereka akan tujuan utama perjalanan kehidupan manusia di dunia ini. Jelas harta kekayaan diperlukan, namun bagaimana perannya di dalam kehidupan kita?

Melalui perumpamaan yang disampaikan Yesus, Ia mau menunjukkan letaknya harta kekayaan atau barang dunia ini bagi kehidupan kita. Apakah harta itu yang menjadi tujuan hidup kita dan yang membantu kita memasuki keselamatan kekal? Yang kita lihat dalam realita kehidupan ini, seolah harta kekayaan menjadi bagian utama dan bahkan yang selalu dicari oleh banyak orang. Karena harta, persaudaraan, persahabatan bisa rusak bahkan nyawa sesama pun rela dikorbankan. Sangat jelas bahwa harta kekayaan adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan kehidupan manusia, yakni kebahagiaan abadi di Rumah Bapa. Maka orang kaya yang mempunyai harta melimpah itu ternyata tidak kaya di hadapan Tuhan, karena hidupnya tidak terarah kepada Tuhan melainkan kepada kekayaan duniawi.

Maka perlulah kita waspada agar jangan sampai hidup kita terlalu terarah kepada harta dan kekayan dunia ini, karena kita akan terikat di sana. Sebaliknya, kita harus mengumpulkan harta surgawi karena itulah yang akan kita bawa ke dalam kehidupan kekal. Harta surgawi yang kita kumpulkan akan mengarahakan hati kita kepada Tuhan dan menjadikan kita pribadi yang lepas bebas dari ikatan duniawi serta hidup bahagia bersama sesama kita. Harta surgawai itu adalah doa, merenungkan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci, merayakan Ekaristi dan sakramen lainnya serta berbagi kasih dengan sesama.

Apa itu dosa melawan Roh Kudus ?

Posted by admin on October 18, 2019
Posted in renungan 

Sabtu, 19 Oktober 2019

Luk 12:8-12

Salah satu karakter masyarakat zaman ini adalah bersikap dingin, cuek. Perlu diakui bahwa media komunikasi mengalami kemajuan yang begitu pesat. Kemudahan dalam berkomunikasi seolah tidak terhalang dengan jarak geografis. Namun ironisnya dengan segala kemudahan itu, kualitas relasi antar pribadi menjadi mendangkal. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi hidup kita dalam membangun relasi bersama Allah. KehadiranNya yang tersembunyi seolah tidak tertangkap oleh hati kita yang diliputi kesibukan, kekawatiran, ketakutan, kesepian. Tidaklah mustahil, hidup kita mengalami kekeringan dan kehampaan makna.

Injil hari ini ingin meyakinkan kita bahwa Roh Kudus senantiasa menyertai kita dan memberikan pertolongan yang kita butuhkan. Namun tidak jarang, hati kita menjadi hambar dan tawar ketika hidup kita diliputi ketakutan, kekawatiran dan keegoisan. Kehendak dan keinginan kita seolah memenuhi diri kita dan tidak ada lagi ruang kosong bagi Allah untuk berperan dan terlibat. Dalam arti inilah, kita menolak pertolongan Allah. Dosa melawan Roh Kudus dapat terjadi apabila kita berputus asa, hidup yang dipenuhi ketakutan, kekawatiran, kesombongan. Dalam bahasa Kitab Suci, “menolak atau menyangkal seseorang” berarti menganggap orang lain tidak ada. Oleh karena itu kita diundang untuk membangun sikap hormat, sujud sembah kepada Allah yang hadir dalam kehidupan kita.

Allah yang berbelas kasih tanpa batas, senantiasa menghendaki kita selamat. Namun yang sering terjadi, kita menolak uluran tangan kasihNya. Dalam Injil hari ini, kita diundang untuk membangun sikap tobat dan kembali kepadaNya. Dasar iman dan harapan kita adalah Yesus Kristus yang telah menyerahkan hidupNya demi keselamatan kita. Allah sungguh mencintai manusia dengan menyerahkan PuteraNya yang tunggal agar kita mempunyai hidup kekal (Yoh 3:16). Pertanyaan refleksi bagi kita: apakah harapan dan iman itu, kita letakkan dalam diri Yesus yang wafat di atas kayu salib dan bangkit dari mati untuk menebus dosa umat manusia?

“Tuhan Yesus, Engkaulah harapan dan iman kami. Semoga kami tidak pernah surut untuk berharap dan beriman akan kasih setiaMu. Biarkanlah api Roh KudusMu membakar hati kami agar kami pun mampu mencintaMu dan mengasihi sesama kami”

Diutus menjadi rasul yang berbelas kasih

Posted by admin on October 17, 2019
Posted in renungan 

Jumat, 18 Oktober 2019

Luk 10:1-9

Hari ini Gereja memperingati Santo Lukas, pengarang Injil. Dia menjadi model hidup para rasul Kristus. Sebelum menjadi murid Yesus, dia adalah seorang tabib (dokter), perawat orang sakit sehingga hal itu mempengaruhi cara penulisannya dalam Injil : menggambarkan Yesus sebagai Penyembuh dan mencintai orang miskin. Lukas juga menjadi penulis Kisah Para Rasul. Kisah-kisah dalam Injil Lukas biasanya bertemakan kerahiman dan belas kasih Allah. Model hidup sebagai rasul inilah yang hendak diwartakan dalam bacaan Injil hari ini

Dikisahkan dalam Injil, Yesus menunjuk dan mengirim 72 murid, dengan mengutusnya pergi berdua-dua. Mereka diutus untuk mewartakan Kabar Gembira ke seluruh daerah dan juga memberikan harapan dengan menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan. Seperti halnya menjadi pewarta, menjadi murid pada jaman Yesus, akan menghadapi banyak tantangan. Demikian juga tidaklah mudah menjadi seorang pewarta di zaman ini, banyak tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh seorang pewarta. Tantangan itu bisa berasal dari diri sendiri : kemalasan, suam-suam kuku dan serta tantangan dari luar diri, misalnya sikap keras kepala orang-orang yang kita hadapi sehingga orang dapat menjadi “mati rasa” terhadap Sabda Allah. Untuk itulah menjadi pewarta dituntut mempunyai kemampuan untuk mengolah Sabda Allah yang diresapkan dan “dimasak” dengan kedalaman hati. Tepatlah yang dikatakan dalam Injil: “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala” Menjadi seorang pewarta hendaknya berani menghadapi suatu rintangan yang penuh risiko. Hanya seorang pewarta yang mempunyai relasi yang mendalam dan intim dengan Yesus, akan mampu bertahan dan menjalankan tugas dalam Karya Keselamatan Allah. Dengan demikian ketika kita mengalami kekecewaan dan putus asa, kita perlu bertanya kembali mengenai bagaimana relasiku dengan Allah. Yesus menghendaki para muridNya, kita semua untuk meletakkan harapan dan iman kepada Allah, hanya tergantung kepadaNya bukan kepada kemampuan dirinya sendiri. Apakah selama ini kita mengandalkan Allah dalam hidup kita ? Ataukah kita cenderung mengandalkan diri sendiri?

“Tuhan Yesus Kristus, semoga damai dan nilai-nilai Injil mengubah hidup kami dan memampukan kami memberi kesaksian akan belaskasih dan kerahimanmu”

Translate »