Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

MELAWAN KESOMBONGAN

Posted by admin on March 13, 2021
Posted in renungan 

Sabtu, 13 Maret 2021

Lukas 18:9-14

            Dalam kehidupan, setiap orang ada bersama dengan orang lain. Mereka masing-masing diciptakan secara unik oleh Sang pencipta, yaitu Allah. “Maka Allah menciptakan manusiaa itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”(Kej 1:27).  Tidak ada orang yang bisa hidup tanpa orang lain. Mereka ciptaan supaya bisa hidup bersama dan saling melengkapi dan saling menolong. “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”(Galatia 6: 2).  Setiap orang dianugerahi  akal budi dan hati yang bisa merasakan suka dan duka dalam hidup . Dengan demikian, sekalipun masing-masing pribadi memiliki keunikan, mereka juga memiliki kesamaan sebagai ciptaan Allah. Dengan kesadaran ini, maka setiap orang akan sadar bahwa orang lain sama dengan dirinya; mempunyai hati, budi dan hak yang sama, serta tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan hidup yang semakin baik. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi siapa pun untuk merasa lebih dari yang lain dan menganggap rendah orang lain. Sebaliknya masing-masing orang akan memandang orang lain sebagai saudara dan teman seperjalanan, yang bisa saling bekerja sama dalam kebaikan. Dengan cara hidup demikian, maka akan terwujud keluarga, komunitas dan masyarakat yang damai.

            Harapan hidup yang damai seharusnya menjadi harapan setiap orang yang hidup. Apakah setiap orang memiliki harapan demikian?  Ternyata tidak semua, artinya dengan melihat realita masih sering terjadi  ketidakadilan dan permusuhan-permusuhan di dalam masyarakat dunia. Hal itu menjadi tanda bahwa belum semua orang benar-benar memiliki kerinduan untuk hidup yang damai dan memperjuangkannya.  Siapakah yang memiliki kerinduan untuk damai? Yaitu; mereka yang  memiliki  akal budi yang sehat dan hati nurani yang bersih.  Akal budi dan hati seseorang bisa melenceng dari apa yang diharapkan oleh Allah, sehingga melihat hal yang benar menjadi salah, dan yang salah dan palsu /hoax seakan-akan benar. Apa penyebabnya? Yaitu jika hati da pikiran seseorang dikuasai oleh kesombongan dan ketamakan.   Dengan demikian kerusakan yang serius justru muncul dari dalam diri seseorang. Kesombongan adalah dosa yang pertama dilakukan oleh Adam dan Hawa, manusia pertama, yang menyebabkan mereka diusir dari taman firdaus. Mereka tergoda untuk bisa menyingkirkan Allah pencipta mereka dengan buah pengetahuan yang diiming-iming oleh roh jahat. Kini apakah mau terulang lagi dosa yang sama? Dengan penguasai ilmu pengentahuan, dan kemajuan teknologi, manusia bisa menguasai dunia. Semua tergantung dengan alat-alat yang diciptakan oleh manusia. Apakah manusia bisa jatuh pada kesombongan dan tidak membutuhkan peran Allah? Kesombongan menyebabkan relasi yang rusak antara manusia dan Allah dan sesamanya.

            Oleh karena itu, Yesus mengajak para murid-Nya untuk melawan kesombongan dan ketamakan dengan sikap kerendahan hati. “… Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”(Luk 18:14). Dan juga Yesus menyerukan untuk waspada dengan bahaya ketamakan. “Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jaga dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”(Luk 12:15). Kerendahan hati akan tertanam dalam hati seseorang jika, ia menyadari siapa dirinya di hadapan Allah. “Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan.”(Mazmur 149:4). Semakin sering seseorang berdiam diri dan merenungankan siapakah dirinya dihadapan penciptanya, maka semakin ia beroleh kebijaksanaan. “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.”(Mzm 84: 11).

                                                                                                                    Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM     

KASIH DALAM TINDAKAN

Posted by admin on March 12, 2021
Posted in renungan 

Jumat, 12 Maret 2021

Markus 12:28-34

            Allah memberikan hukum kepada manusia, yaitu Hukum Kasih. Apa yang menjadi tujuan dari hukum tersebut? Yaitu untuk melandasi semua yang dipikirkan dan yang dilakukan setiap orang agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Isi hukum itu adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, dua hal yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”(Mrk 12:30-31). Dengan demikian Allah menghendaki Hukum Kasih menjadi dasar hidup setiap orang sehingga Allah ditempatkan diatas segala-galanya dan kasih Allah juga diwujudkan dengan mengasihi sesame manusia.

            Bagaimana mengasihi Allah dan sesama itu? Mengasihi artinya mau mendengarkan dan kelaksanakan apa yang menjadi kehendak Allah. “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”(Mat 7:21). Dengan demikian mengasihi Allah adalah suatu tindakan yang nyata, bukan berhenti pada doa, tetapi dalam karya kasih; pengampunan, solidaritas, perdamaian, dan keadilan. Jika seseorang berdoa, tetapi hatinya jahat terhadap saudara-saudaranya, maka doanya menjadi sesuatu kesia-siaan. Hukum kasih mencakup dua hal menjadu satu kesatuan, yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Sebab jika seseorang tidak bisa memaafkan atau mengampuni saudaranya, namun ia berpikir dan merasa dekat dengan Tuhan Yesus, serta menujukan kepada semua orang bahwa ia sedang berdoa, maka sebenarnya ia menipu Tuhan dan diri sendiri, karena apa yang dilakukan bertentangan dengan yang ada di hati dan yang dipikirkan. “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah.” Dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.”(1 Yoh 4:20).

            Tidak sedikit orang terbelenggu dengan jeratan yang dibuatnya sendiri, yaitu oleh ego kebencian, yaitu seperti suatu duri yang dalam daging yang tidak mau dicabut, yang hanya akan merusak dan membuatnya menderita. Oleh karena itu mengasihi Allah dan sesama adalah bentuk bertobatan yang sejati. Ia tidak menunggu orang lain berbuat baik dahulu, tetapi ia berbuat baik karena ia kerinduannya pada Allah dan ingin memperbaiki relasinya dengan Allah dan saudaranya. “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepadaa semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”(Galatia 6:9-10). Kasih yang tulus pada hakekatnya dimulai dari kerinduan untuk bebuat baik dan kemudian terwuduh dalam Tindakan. Oleh karena itu, semua bisa terjadi berawal dari kasih kepada Tuhan Yesus dan relasi pribadi dengan-Nya. Semua kebaikan datang dari Allah. “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”(Roma 8:28).

                                                                                                                 Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM

BERSAMA KRISTUS

Posted by admin on March 11, 2021
Posted in renungan 

Kamis, 11 Maret 2021

Lukas 11:14-23

            Kehadiran Yesus Kristus membawa kedamaian, harapan dan kesembuhan bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Dengan kehadiran Kristus, maka datanglah Kerajaan Allah bagi manusia. Oleh karena itu di dalam Kristus semua diperbaharui kasih-Nya. Kasih yang ditunjukan dari atas salib yang membebaskan manusia dari belenggu dosa dan kejahatan. “Tetapi jika  Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.”(Luk 11: 20). Tidak ada kuasa apa pun yang tidak tunduk pada kuasa-Nya, sebab Dia datang dari Allah Bapa dan kuasanya kekal abadi. Dia adalah Putera Allah yang hadir untuk menyatukan semua dalam satu kawanan dengan satu gembala, yang membawa mereka ke tempat padang hijau yaitu Kerajaan Allah. “Tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”(Yoh 20:31). Kerajaan-Nya tidak terbatas oleh waktu dan tempat, sebab Dia adalah kekal dan kerajaan-Nya tidak berkesudahan. “Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”(Luk 1:33).

            Mereka yang telah percaya berarti telah disatukan di dalam Kerajaan-Nya, dan menjadi satu dengan Kristus, dan karena Kristus bersatu dengan Bapanya, maka mereka juga bersatu dengan Allah Bapa. Kesatuan ini adalah sesuatu yang manjadi kerinduan Kristus bagi orang-orang pilihan-Nya. “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”(Yoh 17:21). Dengan demikian menjadi jelas bahwa Kristus mengasihi orang-orang yang percaya kepada-Nya dan warisan yang terbaik dan termulia diberikan kepada mereka, yaitu keselamatan. “Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?”(Yakobus 2:5).

            Dengan menyadari itu semua, maka setap orang yang telah percaya memiliki harapan dalam hidup. Apa pun yang dialami dan apa pun yang terjadi di dunia ini, jika mereka tetap setia kepada-Nya, mereka tidak akan kehilangan sukacita dan harapannya, sebab Allah menyertai mereka dengan perlindungan dan berkat-Nya. Harapan yang bersumber dari iman mengalirkan optimisme dalam hidup, dan bahkan jika menurut dunia hal itu dipandang suatu kebodohan, namun bagi mereka yang telah mengenal dan percaya kepada Kristus, hal tersebut adalah berkat Allah yang mulia. Artinya bagi orang yang percaya Kristus, seseorang telah menemukan hidupnya kembali ; kesembuhan, pengampunan,  keselamatan, harapan, sukacita dan damai.”Tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-oranh Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah.”(1 Kor 1:23-24).

            Di tengah-tengah pandemi yang tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan kapan akan berakhir, dan di dalam situasi tidak ada kepastian, bisa memunculkan kecemasan, maka masing-masing orang membutuhkan kekuatan untuk bisa tetap bertahan dan berdiri. Kekuatan dari manakah yang bisa menjamin seseorang bisa tetap memiliki harapan? Harta dunia pun tidak bisa mengentikan virus ini. Oleh karena itu, seseorang perlu memikirkan sumber energi yang lain, selain dari kekuatan dunia, yaitu iman dan relasi dengan Kristus sendiri. “Siapa tidak Bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan Bersama Aku, ia mencerai-beraikan.”(Luk 11:23). 

                                                                                 Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM      

TERUS WARTAKAN

Posted by admin on March 10, 2021
Posted in renungan 

Rabu, 10 Maret 2021

Matius 5:17-19

Kehadiran Yesus adalah untuk menyempurnakan dan menggenapkan apa yang telah ditulis dalam Kitab Suci. “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”(Mat 5:17).  Dalam diri Yesus Kristus, Allah telah mewahyukan siapa diri-Nya; sebagai pencipta yang mengasihi umat manusia. Dalam Kristus, seseorang akan melihat dan merasakan batapa Allah peduli dan merindukan semua manusia ada bersama-Nya. Sekalipun manusia telah melakukan kesalahan dan dosa yang berat, namun Allah mengampuni mereka dan lewat Yesus Kristus yang tersalib, manusia menerima keselamatan. Kebaikan dan kasih Allah terhadap manusai tidak bisa dinilai dengan apa pun. Oleh karena itu, martabat manusia sangat mulia, karena telah ditebus kembali dengan darah Kristus sendiri. Karya keselamatan yang telah dimulai sejak dunia dijadikan tergenapi dalam diri Yesus Kristus. Dialah alfa dan omega, awal dan akhir, supaya semua orang percaya bahwa melalui Dia, semua diselamatkan. “Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.”(Luk 24:44).

Setiap orang yang telah percaya kepada Kristus, diutus menjadi saksi-Nya, yang mewartakan kasih Kristus pada manusia. Bagaimana bisa meyakinkan semua orang yang hidup di dunia ini,  bahwa Yesus Kristus adalah Mesias? Seseorang akan bisa melihat, jika ia membuka matanya untuk bisa melihat dan juga bisa mendengar ketika telinganya dipakai untuk mendengarkan, serta memiliki hati untuk bisa mengolah semua peristiwa menjadi keutaman yang baik.  Artinya, semua telah dilakukan oleh Kristus, agar manusia bisa mendengar dan melihat karya cinta kasih-Nya, dan sekarang bagaimana masing-masing orang menjawabnya. Dengan kesadaran, kerendahan hati, dan kerbukaan pada bimbingan Tuhan, seseorang akan sampai pada iman kepada Kristus. Seperti benih yang jatuh di tanah yang subur, ia akan tumbuh dan berkembang serta menghasilkan buah, demikian hati manusia. Iman akan tumbuh di dalam diri orang yang rendah hati dan iman akan semakin kuat serta menghasilkan karya cinta kasih yang bisa menjadi berkat bagi banyak orang. “Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”(Mat 13:8-9).

Mereka yang telah percaya, tahap demi tahap dituntun-Nya untuk semakin mengerti Sabda-Nya dan berani untuk memberi kesaksian dengan cara hidup yang benar seturut kehendak-Nya. Ia akan selalu haus pada kebenaran dan selalu rindu untuk selalu dekat dengan-Nya serta melayani Tuhan dalam aksi-aksi yang nyata. Ia akan banyak bekerja atau melayani dari pada banyak berbicara. “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.”(Yakobus 1:22). Di mata Tuhan mereka adalah orang yang berbahagia, karena apa yang dilakukan adalah kehendak Allah dan karena itu mereka ada bersama dengan Allah. “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.”(Mat 5:6). Orang-orang yang setia dalam iman akan terus menyeruakan kabar kebenaran dan sukacita dari Kristus, sekalipun tidak semua menanggapi perawartaan mereka, namun apa yang dilakukan menjadi kesaksian hidup yang nyata bagi dunia. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memulikan Bapamu yang di sorga.”(Mat 5:16).

                                                        Paroki St Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM

BELAJAR MURAH HATI

Posted by admin on March 9, 2021
Posted in renungan 

Selasa, 9 Maret 2021

Matius 18: 21-35

            Allah Bapa adalah Murah hati. Oleh karena itu, pengampunan dari Allah kepada manusia adalah tanpa batas. Harapan-Nya, bahwa setiap orang yang mengenal dan percaya kepada-Nya juga memiliki karakter yang sama; murah hati, terutama dalam tindakan memaafkan atau mengampuni. “ Tuhan, sampai berapa kali akau harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”(Mat 18:22). Harapan Allah tersebut tidak lepas dari kerinduan Allah agar setiap orang bisa hidup damai dengan sesamanya. Di sanalah hadir kerajaan Allah jika setiap orang saling bermurah hati karena kasih. “Sebab Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”(Roma 14:17).

Mengapa seseorang harus bermurah hati? Karena, Allah terlebih dahulu telah bermurah hati dengan  mengampuni setiap pribadi manusia. “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”(Lukas 6:36). Jika seseorang bermurah hati, ia ada bersama dengan Allah, dan dengan demikian ia memuliakan nama Allah. Setiap orang yang setia tinggal di dalam Allah, maka Dia akan selalu menyertainya. Ia tidak akan berkekurangan akan hal-hal yang baik, sebab ia berada bersama Allah sumber kasih dan kehidupan. “Tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.”(Mazmur 34:11). Dengan demikian sikap murah hati menjadi tanda bahwa seseorang mengenal dan percaya kepada Allah.

Sikap murah hati sekaligus juga menjadi ukuran kelayakan bagi masing-masing orang untuk menerima kemurahan dari Allah. Jika seseorang semakin murah hati, maka ia pun akan semakin banyak menerima kemurahan dari Allah. Sebaliknya jika seseorang menuntup hatinya bagi saudaranya, maka hal itu berarti ia menolak kemurahan hati dari Allah. “Bukankah engkau pun harus mengasihi kawanmu seperti aku telah mengasihi engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.”(Mat 18:33-34). Mengapa seseorang berkeras hatinya untuk sebuah pengampunan? Hati yang keras justru akan menghancurkan harapan dan mendatangkan ketidakdamaian dalam hidup. Sikap keras hati  menjauhkan dirinya dari Allah akibatnya hal itu justru akan  menutup banyak berkat dan pengampunan dari-Nya. “Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. “(Kolose 3:12).

                                      Paroki St Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM

Translate »