Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Render to God what belongs to God

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on October 21, 2023
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

29th Sunday in Ordinary Time [A]
October 22, 2023
Matthew 22:15-21

“Render therefore to Caesar the things that are Caesar’s, and to God the things that are God’s (Mt 22:21).” Many people understand Jesus’ words as His approval to pay taxes and, thus, to support and honor duly elected or appointed leaders of governments. Though many of us are not comfortable knowing that our hard-earned money is deducted, we can comfort ourselves with the knowledge that our money is used to fund the various governments’ projects. Hopefully, these projects are for the welfare of the people. Indeed, there is nothing wrong with seeing Jesus’ statement in this light, yet we must remember the second half of Jesus’ words.

Jesus also said that we must render to God what belongs to God. Does it mean we must pay ‘taxes’ to God just like we submit it to the government? Surprisingly, the answer is yes. We must remember that we are not just citizens of the kingdoms or nations of this world but also the citizens of the Kingdom of God. To become a good citizen of a country, we must contribute to the development of the country. Typically, we do this by paying taxes, but we are also expected to obey the laws of the land and be involved in various good practices. So, it is the same with a good citizen of the Kingdom of God. We also contribute to the Kingdom of God by obeying the laws of the Kingdom and offering what belongs to God. Then the question is, ‘What belongs to God that we need to render to God?’ What is the currency of the Kingdom of God? To answer this, we must go back to today’s Gospel.

When Jesus was dealing with the Pharisees who attempted to entrap Him, He took a Roman coin. He showed it to those around Him and asked, “Whose image and inscription are there?” They readily answered, “Caesar.” Then, He said, “render to Caesar what belongs to Caesar…” The basis of ownership is the presence of “image.” The coin belongs to Caesar because it bears his image. Thus, paying tax is simply giving back to the coins that, since the beginning, belonged to Caesar and the Roman Empire. Yet, Jesus did not stop there. He taught also, “render to God what belongs to God.” And what belongs to God? The answer is those who possess the image of God. Going back to Genesis 1:26, we discover that we were created in the image of God, and therefore, we belong to God. The only currency of the Kingdom of God is our souls, our lives.

However, we must also remember that our obligation to God surpasses our obligations to men. If we do not pay our taxes and disobey the country’s laws, we may be in trouble with the government. However, if we do not give what is God’s to God, we may lose our souls forever. While the first concerns our survival, the second concerns our eternal destiny.

Do we live our lives as a pleasing offering to God by avoiding sinful lifestyles? Do we offer our daily works, our daily efforts for the glory of God? Do we unite spiritually our bodies with the Body of Christ in the Eucharist to be the worthiest sacrifice?

Rome

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

KEARAH MANA DUNIA

Posted by admin on October 19, 2023
Posted in renungan 

Jumat, 20 Oktober 2023



Lukas 12:1-7

Yesus menyampaikan pesan kepada para murid-Nya agar berhati-hati agar tidak tidak terpengaruh dengan pemikiran dan tindakan dari kelompok Farisi yang tidak jujur. “Sementara itu beribu-ribu orang banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi.”(Luk 12:1). Yang ditolak Yesus adalah bukan pribadi orang-orang Farisi, tetapi pemikiran, dan tindakan mereka.

Mengapa Yesus perlu menyampaikan bahaya dari pola pikiran orang-orang Farisi?  Sebab mereka hidup dengan tidak jujur (munafik), tidak rendah hati dan menempatkan kekuasaan/status dan uang sebagai yang utama, serta mengabaikan orang-orang kecil. “Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia.”(Luk 16:14). Dengan demikian,  ketika Yesus hadir dan membawa pembaharuan dan mengajarkan  nilai-nilai ; kasih, kejujuran, keadilan, kebenaran dan menyatakan diri Yesus adalah Mesias, maka mereka mulai merasa terusik dan kemudian menghalang-halangi karya Yesus, mencari-cari kesalahan-Nya,  dan pada akhirnya membuat rekayasa kasus hingga Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati dengan penyaliban. “Lalu bangkitlah seluruh sidang itu dan Yesus dibawa menghadap Pilatus. Di situ mereka mulai menuduh Dia, katanya: “Telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia mengatakan, bahwa Ia adalah Kristus, yaitu Raja.”(Luk 23:1-2).

Oleh karena itu, sebagai murid-murid Kristus mereka diajak terus untuk menjaga imannya, agar tidak goyah, sebab dijaman sekarang(now), pola-pola pemikiran Farisi bisa muncul disekitar mereka. Dunia berubah kearah mana? Orientasi manusia lebih pada mengejar kemajuan tehnology (sains dan informasi), materi, dan kekuasaan, sehingga sisi-sisi human/kemanusian, keadilan, kebenaran, kejujuran, kepekaan sosial, kasih, dan ketaatan pada Tuhan menjadi lutur atau lemah. “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”(Roma 12:2).

Didik, CM. 

DIUTUS OLEH TUHAN

Posted by admin on October 18, 2023
Posted in renungan 

Rabu, 18 Oktober 2023



Lukas 10:1-9

Tuhan Yesus melibatkan para murid-Nya untuk ambil bagian dalam karya keselamatan kepada manusia. Sekalipun mereka semua adalah manusia biasa, namun karena kekuatan Allah dan kemurahan hati-Nya, mereka dipercaya.
“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.”(Luk 10:1). Dengan demikian Yesus menyatakan bahwa setiap murid Kristus karena imannya, mereka telah menerima kepercayaan dan perutusan yang sama untuk terlibat dalam pelayanan dan dalam segala usaha untuk menyebarluskan kebaikan-kebaikan yang bersumber dan didorong oleh iman kepada Tuhan Yesus.

Oleh karena itu, sebagai murid Kristus tidak bisa hanya berhenti memikirkan kenyaman, kemapanan, kesenangan, dan keselamatan diri sendiri, namun sebaliknya mereka dipanggil dan dipilih untuk siap berbuah dan berbagi. Dengan demikian, semakin mereka banyak berbuat dan berbuah dalam kebaikan dan kebenaran, maka semakin berlimpahlah berkat yang dicurahkan Allah kepada mereka. “Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”(Mat 13:23).

Dengan demikian, nilai dan kualitas iman dan panggilan seseorang bisa dilihat dari kerelaan, ketulusan dan keberanian seseorang dalam berkorban dan bertindak untuk melakukan kehendak Allah dan kepedulian kepada sesamanya. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”(Mat 5:16).

Didik, CM 

DIHADAPAN ALLAH

Posted by admin on October 17, 2023
Posted in renungan 

Selasa, 17 Oktober 2023



Lukas 11:37-41

Ketika orang-orang Farisi melihat Yesus makan dengan tidak mencuci tangan terlebih dahulu,  mereka sangat heran. “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan.”(Luk 11: 38). Persoalannya bukan berhenti pada perasaan heran, tetapi lebih dari itu mereka bertindak munafik, merasa lebih baik dari orang-orang lain dan dari Tuhan Yesus sendiri, sehingga mereka
menolak kehadiran-Nya. “Tetapi Tuhan berkata kepadanya: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.”(Luk 11:39).

Dengan demikian sikap yang diperlukan untuk bisa percaya dan merasakan kebaikan dan belas kasih Allah adalah sikap rendah hati dan jujur. Allah tahu apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh setiap orang, maka tidak ada gunanya mereka menyembunyikan sesuatu dihadapan-Nya. Oleh kerena itu, setiap orang yang ingin menemukan damai-Nya diajak untuk berani untuk jujur apa adanya, dan memohon pengampunan kepada-Nya. Dia adalah Allah yang Murah Hati, sehingga setiap orang yang datang kepada-Nya tidak akan ditolak, dan bahwa mereka yang telah jatuh dalam dosa diterima kembali jika mereka bertobat.
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.”(Mzm 51:19).

Didik, CM 

TANDA KERAJAAN ALLAH

Posted by admin on October 16, 2023
Posted in renungan 

Senin, 16 Oktober 2023



Lukas 11:29-32

Kehadiran Yesus ke dunia adalah tanda dan bukti yang nyata bahwa Kerajaan Allah telah hadir diantara manusia. Dengan demikian ketika seseorang menerima dan percaya kepada Yesus, maka ia akan masuk dalam kerajaan Allah dan diselamatkan.  Cara untuk menyakinkan manusia agar mereka percaya kepada Tuhan Yesus adalah dengan tindakan yang nyata dimana Yesus telah banyak mengadakan mujizat, membebaskan orang yang kerasukan roh jahat, menghidupkan orang yang sudah mati,  pengorbanan diatas kayu Salib, dan puncaknya Dia bangkit dari antara orang mati. Namun, walaupun semua yang baik telah dilakukan Yesus didepan mata mereka, namun mereka tetap tidak percaya dan menuntut tanda dari surga. “Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: “Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.”(Luk 11:29).

Dengan demikian tanda atau bukti : kebaikan-kebaikan Yesus, tidak berarti apa-apa jika manusia tetap keras dan menutup hatinya bagi kehadiran Tuhan. Inilah suatu bentuk kesombongan manusia, yang merasa tidak membutuhkan Allah dan lebih percaya dengan pemikirannya sendiri. Oleh karena itu jalan yang bisa ditempuh untuk mengembalikan kembali manusia pada Allah adalah penyangkalan diri dari segala bentuk kesombongan.
“Sekarang, janganlah tegar tengkuk seperti nenek moyangmu. Serahkanlah dirimu kepada TUHAN dan datanglah ke tempat kudus yang telah dikuduskan-Nya untuk selama-lamanya, serta beribadahlah kepada TUHAN, Allahmu, supaya murka-Nya yang menyala-nyala undur dari padamu.”(2 Tawarikh 30:8).

Didik, CM 

Translate »