Lukas 16: 9-21
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.
Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.
Lukas selalu bermain-main dengan “comparison and contrast” dalam bercerita. Kisah Lazarus dan si kaya dibuat sangat bertolak belakang. Orang kaya itu selalu berpakain jubah halus nan ungu. Kata “selalu” menunjuk bagaimana si kaya ini sangat memperhatikan penampilannya, jenis pakaian apa yang dipakai, kualitas dan harganya. Namun Lukas secara implisit sudah berkisah sejak awal, si kaya ini tak punya nama! He is no one! Tak perlu dikenal oleh para pembaca kisah.
Sebaliknya Lazarus seorang miskin tanpa pakain. Lukan langsung menyebut namanya “Lazarus” karena dia sang tokoh penting yang sesungguhnya dalam kisah ini, bukan si Kaya. Lazarus tak punya pakaian sampai anjing bisa menjilati koreng dan lukanya. Dia makan seperti anjing yang menunggu sisa makanan jatuh dari meja tuannya. Ingatlah akan kata-kata perempuan Siro-Fenesia pada Yesus, “Anjingpun makan dari reman-reman yang jatuh dari meja tuannya!”
Tak pernah ada pembicaraan antar keduanya. Si kaya tak pernah menyapa Lazarus, dan Lazarus tak pernah meminta bantuan si kaya. Dia hanya menunggu kalau ada hamba si Kaya memberikan sisa makanan padanya.
Sangat mencengangkan saat si kaya melihat Lazarus duduk di pangkuan Abraham, sedangkan dia kesakitan di neraka. Dia memanggil Abraham dan menyuruh Lazarus untuk mengambilkan air baginya. Tidak berubah juga prilaku si kaya ini.
Sebenarnya si kaya ini kenal Lazarus sejak di dunia. Dia tahu siapa Lazarus, tapi tak peduli dan menganggapnya tidak ada. Namun ketika dia dalam kesulitan, dia masih berani menyuruh Lazarus menolongnya! Orang kaya yang tak tahu diri! Saat dalam kesenangan tak pernah peduli orang. Namun saat susah, menyuruh orang lain peduli padanya; menganggap bahwa dia kenal dekat sehingga harusnya ditolong oleh orang yang dia kenal baik.
Kalau kita jadi si Kaya, siapakah Lazarus dalam hidup kita? orang yang sebenarnya kita kenal tapi tak kita pedulikan. Baru di saat kita butuh, kita merengek-rengek memanggil dan text mereka minta tolong dan memohon kebaikan.