HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN
BcPerarakan: Mrk, 11:1-10 atau Yoh, 12:12-16.
BcE Yes. 50:4-7; Mzm. 22:8-9,17-18a,19-20,23-24; Flp. 2:6-11; Mrk. 14:1 – 15:47
PIKIRAN, MULUT DAN BADAN YANG TERARAH PADA TUHAN
Kisah yang unik setiap kali menjelang Minggu Palma di Seminari adalah persiapan para liturgi atau visualisasi sebelum Perarakan, yang diisi dengan teater dari kelompok ‘Jaran Iman’. Ini adalah tahun ketujuh saya berada di Seminari, dan setiap tahun, visualisasi pada Minggu Palma, selalu ada. Yang selalu dinantikan adalah, ‘dengan apakah’ imam yang memimpin Perayaan Ekaristi akan diarak menuju kapel? Pernah memakai gerobak sampah dan Romo itu sekarang menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang. Pernah memakai bak motor, patung keledai, becak, dan tahun ini, tampaknya gerobak sampah akan dipilih kembali untuk mengarak imam yang memimpin Perayaan Ekaristi. Semoga saja!
Dan, namanya juga Minggu Palma, maka yang khas dari Hari Raya ini adalah daun palma, entah yang dibawa umat atau sebagai hiasan di gereja. Palma sendiri merupakan simbol kemenangan, karena daunnya yang hijau melambangkan musim semi, sebagai warna yang mengatasi dinginnya musim salju. Simbol kemenangan kehidupan atas kematian. Nah, cerita tentang daun palma dan kemenangan menjadi penanda kisah Yesus, yang memasuki kota Yerusalem, yang diawali dengan penyambutan, bak pahlawan yang pulang dari sebuah kemenangan, padahal kita tahu sendiri bahwa Yesus akan ‘menyongsong’ penderitaan di salib dan wafat penuh kehinaan. Dalam kisah keseluruhan, ada kontradiksi atau pertentangan yang sedang terjadi. Di satu sisi, ada puji-pujian dan pekik kemenangan, namun pada akhirnya ada penghinaan dan penderitaan. Banyak orang yang mengelukan Yesus sebagai Raja, namun mereka juga yang meneriakkan, “Salibkan Dia!” Mereka yang menghamparkan pakaiannya untuk menjadi alas jalan ketika Yesus memasuki Yerusalem, mereka juga lah yang melucuti pakaian Yesus menjelang di salib. Dan mereka yang membawa Yesus naik ke atas keledai, mereka jugalah yang menaikkan Yesus ke salib. Dari mulut yang sama, terucap kata-kata yang mengandung pertentangan. Dari kaki dan tangan yang sama, tercipta tindakan-tindakan yang menghadirkan pertentangan. Dari diri yang sama, tercipta perbuatan yang berbeda hasil: memuji Allah dan sekaligus menghujat Allah.
Lalu kita bisa merenungkan apa? Kehidupan kita pun jangan-jangan demikian. Di satu sisi kita rajin berdoa, namun dalam tindakan nyata, kita melakukan banyak hal yang tidak sesuai dengan doa-doa kita. Tuhan memberi anugerah pikiran, mulut dan badan untuk memikirkan, mengatakan dan melakukan sesuatu yang baik, yaitu memuliakan nama Allah, namun kadang dari pikiran, mulut dan badan yang sama, kita melakukan tindakan yang menghujat nama Allah, karena kita melakukan tindakan-tindakan dosa. Di awal pekan suci ini, sembari merenungkan kisah sengsara Kristus, yang dalam kesempatan Minggu Palma ini akan dibacakan secara lengkap dalam ‘passio’ dari Injil Markus, kita hendak merenungkan disposisi hati kita selama ini: apakah pikiran, mulut dan badan kita lebih banyak digunakan untuk memuliakan nama Allah atau lebih banyak untuk menghujat nama Allah? Bersama Kristus yang berjalan memasuki kota Yerusalem, mari kita songsong pekan suci ini dengan senantiasa berpikir sederhana, berkata jujur dan tulus serta bertindak dengan mengutamakan kasih di atas segala-galanya.
Selamat memasuki Pekan Suci, dengan hati yang semakin terarah pada Allah. GBU.
We are celebrating the Palm Sunday of the Lord’s Passion. In today’s celebration, we have the only liturgical celebration in which two different Gospel readings are read. The first Gospel, usually read outside the Church, is about the triumphal entry of Jesus into Jerusalem, and the second Gospel narrates the Passion of Jesus Christ. Reflecting on the two readings, we listen to two different and even opposing themes: triumph and defeat. These are two fundamental themes, not only in the life of Jesus, but in our lives as well.