Minggu Biasa ke-13 [B]
27 Juni 2021
Markus 5:21-43
Dalam Injil hari ini, kita menjumpai dua orang yang mencari kesembuhan. Yang pertama adalah Yairus, petugas sinagoga, yang ingin putrinya yang disembuhkan, dan yang kedua adalah seorang wanita yang ingin disembuhkan dari pendarahannya yang tak kunjung hilang. Keduanya telah melakukan hampir segalanya, tetapi tak ada hasilnya. Sebagai harapan terakhir, mereka berpaling kepada Yesus. Mereka dengan rendah hati memohon kepada Yesus dan percaya bahwa Yesus dapat melakukan mukjizat.
Seringkali, kita dapat merasakan apa yang dialami oleh Yairus dan sang wanita itu. Mungkin, seperti Yairus, kita panik saat tahu anak kita yang masih kecil demam dan kesakitan. Mungkin, seperti wanita yang mengalami pendarahan, kita sedang berjuang melawan penyakit, dan kita mencoba hampir segalanya, menghabiskan banyak uang, dan menjalani perawatan yang menyakitkan, namun kita tidak menjadi lebih baik. Kita menyadari betapa terbatas dan rapuhnya kita. Kita tidak memiliki siapa pun untuk berpaling selain Tuhan, dan kita langsung menjadi saleh dan mulai berdoa novena, menghadiri misa, dan mengikuti layanan penyembuhan. Masalahnya adalah bahwa sementara beberapa dari kita mungkin menerima penyembuhan ajaib, beberapa mungkin tidak.
Salah satu pengalaman terbaik selama saya menjadi frater adalah ketika saya ditugaskan di rumah sakit sebagai asisten kapelan. Tugas saya adalah mengunjungi para pasien dan memenuhi kebutuhan spiritual mereka. Di sana, saya berbicara dengan beberapa orang yang berjuang melawan kanker selama bertahun-tahun. Saya mendengarkan beberapa pria dan wanita yang kehilangan ginjal dan harus menjalani cuci darah yang tak terhitung jumlahnya. Awalnya, saya pikir saya memiliki karunia penyembuhan, tetapi setelah beberapa doa penyembuhan yang intens, tidak ada yang terjadi. Saya menyadari bahwa saya tidak memiliki karunia khusus untuk menyembuhkan. Saya merasa tidak bisa berbuat apa-apa bagi mereka. Saya akhirnya bertanya, “mengapa Tuhan tidak menjawab doa-doa kita?”
Namun, saat saya menemani mereka, masing-masing dari mereka memiliki cerita untuk dibagikan, dan memiliki wajah untuk ditunjukkan. Mereka bukan hanya seorang pria dengan kanker atau pasien di kamar B21, tetapi manusia yang nyata dengan nama pribadi dan kehidupan nyata. Hanya ketika saya melihat lebih dalam di setiap cerita, di setiap air mata, di setiap rasa sakit, saya secara bertahap menemukan kehadiran Tuhan. Kasih Tuhan dirasakan melalui kepedulian dan kasih anggota keluarga yang tidak mementingkan diri sendiri. Kasih-Nya didengar melalui upaya para dokter dan perawat yang tak kenal lelah. Kehadiran-Nya ada di dalam diri pribadi-pribadi yang terus memberikan saya senyuman meskipun rasa sakit yang mereka alami.
Yesus memang menyembuhkan putri Yairus dan wanita itu, tetapi Dia tidak datang untuk menyembuhkan setiap penyakit di dunia. Penyembuhan-Nya melampaui kesehatan fisik belaka. Dia datang agar kita menerima keselamatan dan hidup yang kekal. Dia datang agar kita dapat menyentuh dan merasakan kasih Tuhan di tengah-tengah kita, dan rahmat-Nya memberdayakan kita untuk mengasihi melampaui imajinasi kita. Memang, kita mungkin tidak menemukan penyembuhan fisik, tetapi kita menemukan apa yang benar-benar penting dalam hidup. Kekayaan dapat dengan mudah hilang, kesuksesan dapat lenyap, dan penampilan fisik dapat memburuk, tetapi Sabda Tuhan, kasih dan doa tetap ada selama-lamanya. Memang, kita mungkin tidak melihat orang-orang yang kita kasihi menjadi lebih baik, tetapi kita diberi kesempatan untuk mengasihi, melayani, dan berkorban di luar keterbatasan manusia. Dalam sakit dan bahkan kematian, jika kita memiliki iman kepada Tuhan, kita tumbuh dan menemukan kepenuhan hidup.
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP