Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Penyembuhan Sejati

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on June 26, 2021
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Minggu Biasa ke-13 [B]
27 Juni 2021
Markus 5:21-43

Dalam Injil hari ini, kita menjumpai dua orang yang mencari kesembuhan. Yang pertama adalah Yairus, petugas sinagoga, yang ingin putrinya yang disembuhkan, dan yang kedua adalah seorang wanita yang ingin disembuhkan dari pendarahannya yang tak kunjung hilang. Keduanya telah melakukan hampir segalanya, tetapi tak ada hasilnya. Sebagai harapan terakhir, mereka berpaling kepada Yesus. Mereka dengan rendah hati memohon kepada Yesus dan percaya bahwa Yesus dapat melakukan mukjizat.

Seringkali, kita dapat merasakan apa yang dialami oleh Yairus dan sang wanita itu. Mungkin, seperti Yairus, kita panik saat tahu anak kita yang masih kecil demam dan kesakitan. Mungkin, seperti wanita yang mengalami pendarahan, kita sedang berjuang melawan penyakit, dan kita mencoba hampir segalanya, menghabiskan banyak uang, dan menjalani perawatan yang menyakitkan, namun kita tidak menjadi lebih baik. Kita menyadari betapa terbatas dan rapuhnya kita. Kita tidak memiliki siapa pun untuk berpaling selain Tuhan, dan kita langsung menjadi saleh dan mulai berdoa novena, menghadiri misa, dan mengikuti layanan penyembuhan. Masalahnya adalah bahwa sementara beberapa dari kita mungkin menerima penyembuhan ajaib, beberapa mungkin tidak.

Salah satu pengalaman terbaik selama saya menjadi frater adalah ketika saya ditugaskan di rumah sakit sebagai asisten kapelan. Tugas saya adalah mengunjungi para pasien dan memenuhi kebutuhan spiritual mereka. Di sana, saya berbicara dengan beberapa orang yang berjuang melawan kanker selama bertahun-tahun. Saya mendengarkan beberapa pria dan wanita yang kehilangan ginjal dan harus menjalani cuci darah yang tak terhitung jumlahnya. Awalnya, saya pikir saya memiliki karunia penyembuhan, tetapi setelah beberapa doa penyembuhan yang intens, tidak ada yang terjadi. Saya menyadari bahwa saya tidak memiliki karunia khusus untuk menyembuhkan. Saya merasa tidak bisa berbuat apa-apa bagi mereka. Saya akhirnya bertanya, “mengapa Tuhan tidak menjawab doa-doa kita?”

Namun, saat saya menemani mereka, masing-masing dari mereka memiliki cerita untuk dibagikan, dan memiliki wajah untuk ditunjukkan. Mereka bukan hanya seorang pria dengan kanker atau pasien di kamar B21, tetapi manusia yang nyata dengan nama pribadi dan kehidupan nyata. Hanya ketika saya melihat lebih dalam di setiap cerita, di setiap air mata, di setiap rasa sakit, saya secara bertahap menemukan kehadiran Tuhan. Kasih Tuhan dirasakan melalui kepedulian dan kasih anggota keluarga yang tidak mementingkan diri sendiri. Kasih-Nya didengar melalui upaya para dokter dan perawat yang tak kenal lelah. Kehadiran-Nya ada di dalam diri pribadi-pribadi yang terus memberikan saya senyuman meskipun rasa sakit yang mereka alami.

Yesus memang menyembuhkan putri Yairus dan wanita itu, tetapi Dia tidak datang untuk menyembuhkan setiap penyakit di dunia. Penyembuhan-Nya melampaui kesehatan fisik belaka. Dia datang agar kita menerima keselamatan dan hidup yang kekal. Dia datang agar kita dapat menyentuh dan merasakan kasih Tuhan di tengah-tengah kita, dan rahmat-Nya memberdayakan kita untuk mengasihi melampaui imajinasi kita. Memang, kita mungkin tidak menemukan penyembuhan fisik, tetapi kita menemukan apa yang benar-benar penting dalam hidup. Kekayaan dapat dengan mudah hilang, kesuksesan dapat lenyap, dan penampilan fisik dapat memburuk, tetapi Sabda Tuhan, kasih dan doa tetap ada selama-lamanya. Memang, kita mungkin tidak melihat orang-orang yang kita kasihi menjadi lebih baik, tetapi kita diberi kesempatan untuk mengasihi, melayani, dan berkorban di luar keterbatasan manusia. Dalam sakit dan bahkan kematian, jika kita memiliki iman kepada Tuhan, kita tumbuh dan menemukan kepenuhan hidup.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

“..katakan saja sepatah kata..”

Posted by admin on June 25, 2021
Posted in renungan 

Sabtu Pekan Biasa XII, 26 Juni 2021

Bacaan: Kejadian 18:1-15; Matius 8:5-17

Tentu kita ingat perkataan ini, “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, namun bersabdalah saja, maka saya akan sembuh”. Inilah perkataan yang kita ucapkan sebelum menerima Tubuh Kristus dalam Perayaan Ekaristi. Perkataan itu diambil dari perkataan sang perwira yang dikisahkan dalam Injil hari ini. Inilah ungkapan iman yang mendalam, cukup bersabda saja, maka akan sembuh. Walaupun ia seorang perwira Romawi, bukan orang Yahudi, namun ia percaya kepada Yesus, bahkan percaya akan sabda Yesus yang mampu menyembuhkan. Tuhan Yesus pun kagum mendengarkannya dan menegaskan kepada perwira itu bahwa kepercayaannya itu akan menjadi nyata, yakni hambanya akan sembuh. Kepercayan dan kerendahan hati sang perwira yang menempatkan Yesus sebagai seorang atasan dengan cukup bersabda, itulah yang membuat hambanya sembuh.

Selain hamba perwira itu yang disembuhkan, mertua Petrus pun mengalami penyembuhan, begitu pula banyak orang sakit dan kerasukan setan dibawa kepada Yesus untuk mohon disembuhkan. Tentu saja Yesus tidak ingin hanya menyembuhkan, Ia ingin mereka semua percaya karena kepercayaan itu merupakan keyakinan bahwa Tuhan memang ada di dalam hati mereka dan itulah kekuatan yang menyembuhkan. Sedangkan mereka yang merasa sebagai bangsa pilihan namun tidak percaya, Yesus menggambarkannya sebagai anak-anak Kerajaan yang akan dicampakkan ke dalam kegelapan. Gambaran ini mengingatkan kita pula bahwa walaupun kita adalah pengikut Kristus, menjadi seorang Katolik, namun jika kita tidak percaya dan berserah diri kepada Tuhan, maka sama saja kita tidak beriman dan terpisah dari Tuhan. Ingatlah, tidak otomatis ketika kita sudah menjadi warga Gereja, yang juga warga Kerajaan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, diperlukan iman yang hadir di dalam tindakan nyata.

Apakah ketika doa “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya..”, diucapkan, kita sunguh menyadari yang kita ucapkan itu? Kita sungguh menerima Tuhan Yesus di dalam diri kita, yang menyembuhkan seluruh diri kita, jika kita sungguh percaya. Terkadang perkataan itu menjadi rangkaian kata yang dihafal dan diucapkan tanpa dihayati, maka menjadi otomatis terucap. Saatnya sekarang ini kita belajar dari sang perwira, yang mengatakannya dengan kepercayaan sehingga hambanya sembuh, kita pun perlu melakukan yang sama. Marilah kita membangun kesadaran setiap kali hendak menerima Tubuh Kristus, kita doakan dengan keyakinan sambil merasakan setiap kata yang kita ucapkan, yang sangat mendalam.  

“Jadilah engkau tahir”

Posted by admin on June 24, 2021
Posted in renungan 

Jumat Pekan Biasa XII, 25 Juni 2021

Bacaan: Kejadian 17:1, 9-10, 15-22; Matius 8:1-4

Orang sakit kusta berseru kepada Yesus memohon untuk ditahirkan dan disembuhkan. Penyakit kusta adalah penyakit yang sangat ditakuti oleh orang Yahudi, karena selain mengerikan juga dianggap sebagai kutukan Tuhan. Oleh sebab itulah para penderita kusta ini disingkirkan dari kehidupan bersama dan mereka sangat menderita. Keberanian orang kusta ini untuk berseru dan memohon kepada Yesus, menunjukkan kepercayaannya dan harapan akan belaskasih Yesus yang sudah didengar selalu membuat mujijat. Orang kusta itu meminta ditahirkan, yakni dibersihkan dari penyakitnya, karena kusta ini merusak badan dan membuat badan menjadi rusak juga kotor. Permohonan orang kusta ini disampaikan dengan kerendahan hati dan bukan memaksakan keinginannya, maka ia berkata ‘jika Tuan mau’. Kita perlu belajar dari si kusta untuk selalu datang kepada Tuhan dengan kepercayaan, berdoa dan memohon dengan rendah hati, bukan memaksakan keinginan kita.

Dengan mengulurkan tanganNya, Yesus menjawab kerinduan hati orang kusta itu, “Aku mau, jadilah engkau tahir”. Perkataan Yesus adalah perkataan hidup dan itulah yang terjadi, orang kusta itu disentuh Yesus dan menjadi bersih, ia sembuh. Ketika orang banyak menyingkir dan menyingkirkan orang kusta, Yesus malah datang mendekati dan menyentuhnya. Tuhan Yesus selalu menyambut orang yang datang, percaya dan berserah diri kepadaNya dengan rendah hati. Keselamatan datang dari Tuhan dan itu tampak dengan bersihnya orang kusta itu, baik dari penyakit maupun dari tuduhan akan hukuman Tuhan. Belaskasih Tuhan inilah yang senantiasa menjadi kekuatan kita orang beriman, maka jangan pernah jauh dari Tuhan. Tuhan menantikan kita datang dan berseru kepadaNya, Ia berada paling dekat dengan kita.

Setelah menjadi tahir dan sembuh, Yesus memintanya untuk pergi bertemu imam yang akan menyatakan bahwa ia sembuh serta membawa persembahan kepada Tuhan. Selain Yesus tetap menghormati aturan sebagai orang Yahudi, Yesus mau menunjukkan bahwa pertama-tama bawalah persembahan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan. Datang dan berterima kasih kepada Tuhan, itulah yang pertama perlu dilakukan dan bukan bercerita ke mana-mana tentang kejadian itu. Apakah kita selalu bersyukur kepada Tuhan atas setiap anugerah, kebaikan dan rahmat kehidupan yang kita terima setiap saat? Terkadang kita mendahulukan hal-hal manusiasi dan duniawi, bercerita atau berpesta dan terlambat atau lupa bersyukur. Marilah belajar dari orang kusta yang ditahirkan ini.

“Namanya adalah Yohanes”

Posted by admin on June 23, 2021
Posted in renungan 

Kamis Pekan Biasa XII, 24 Juni 2021 – HR Kelahiran St. Yohanes Pembaptis 

Bacaan: Yesaya 49:1-6; Kis 13:22-26; Lukas 1:57-66, 80                                                                                                                                                                                                                

Kelahiran Yohanes Pembaptis memang luar biasa karena menjadi bagian dalam Sejarah Keselamatan Allah bagi manusia. Oleh sebab itulah nama yang diberikan kepadanya bukan hanya nama yang dipikirkan oleh manusia, melainkan melibatkan Allah sebagai pemberi kehidupan dan perutusan. Dalam kehidupan kita, orang tua selalu mempersiapkan nama bagi anak yang akan dilahirkan, malahan terkadang seluruh keluarga juga ikut agar nama keluarga juga ada di dalamnya. Kita bisa menemukan nama yang bagus didengar, dari orang terkenal, juga punya arti yang bagus dan terkadang menjadi nama yang panjang. Namun demikian apakah dimensi rohani juga ada di dalamnya? Ini perlu juga diperhatikan, seperti yang kita lakukan dengan memberikan nama baptis. Baiklah kita masing-masing merenungkan arti nama kita pribadi dan juga nama baptis kita, siapakah pribadi yang menjadi nama pelindung kita itu.

Yohanes berarti Tuhan yang mahabaik. Nama ini memang hadir di dalam pribadinya, yang menjadi alat Tuhan dalam menghadirkan kebaikan dan kasih Tuhan di tengah dunia ini. Rencana Tuhan hanya satu, yakni keselamatan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Oleh sebab itulah Yohanes hadir dan masuk dalam Karya Keselamatan Allah bagi manusia ini. Perutusan dan pewartaan Yohanes sangat jelas yang dilakukannya di kemudian hari, maka ia dinamakan Yohanes Pembaptis, yang membaptis semua orang yang mau bertobat. Kelahirannya ini telah membuka mata semua orang bahwa bagi Tuhan selalu mungkin walaupun secara manusiawi tidak mungkin apalagi Elisabet, ibunya dinyatakan mandul. Ketika kita membuka hati dan percaya kepada Tuhan, maka kehendakNya akan terjadi di dalam diri kita. Zakaria, ayahnya sempat meragukan perkataan malaekat bahwa isterinya akan mengandung, maka ia menjadi bisu. Apakah kita selelu mendengarkan dan percaya kepada Tuhan di dalam kehidupan harian kita?

Kita masing-masing juga menjadi perpanjangan Tangan Tuhan di tengah dunia ini untuk meneruskan karya Keselamatan Tuhan bagi semua manusia. Kehadiran kita di dunia ini adalah tanda kehadiran kasih Tuhan bagi kita dan dunia, kita adalahi berkat bagi sesama. Kesadaran inilah yang sekarang menghantar kita untuk mensyukuri hidup yang Tuhan berikan ini dengan melakukan Kehendak Tuhan di dalam keseharian hidup kita. Memang kita harus berani melawan arus dunia, apalagi di jaman yang serba maju ini. Kesetiaan kita dalam berdoa, dari kita bangun hingga mau tidur kembali, tidak bisa digantikan oleh hal lainnya. Maka ingatlah selalu bahwa dunia boleh berubah namun iman kepada Tuhan tidak akan berubah selamanya. Setialah seperti Yohanes Pembaptis hingga akhir hayatnya.

“Waspada”

Posted by admin on June 22, 2021
Posted in renungan 

Rabu Pekan Biasa XII, 23 Juni 2021

Bacaan: Kejadian 15:1-12, 17-18; Matius 7:15-20

Tentu kita semua pernah mendengar istilah ‘aspal’, yang artinya asli tapi palsu, karena memang ini barang tirutan yang tampaknya sama dengan yang asli. Pernah marak dengan adanya ijazah ‘aspal’ dan berbagai kejadian lain. Oleh sebab itulah diperlukan kejelian dan waspada dengan kejadian dan realita seperti itu. Ternyata dalam kisah Injil hari ini, Yesus juga mengingatkan akan adanya nabi-nabi palsu, yang menyamar sebagai domba, sama seperti serigala berbulu domba. Tentu saja mereka sangat berbahaya, karena tujuan mereka untuk menyesatkan manusia dan membawa pada kebinasaan, maka diperlukan kewaspadaan.

Tuhan Yesus memberikan gambaran kepada kita supaya dapat waspada dalam menghadapi kepalsuan ini dengan jeli dan tajan dalam melihat keselarasan ajaran dan perbuatannya atau buahnya. Jaman sekarang ini kita menghadapi banyak realita seperti ini, munculnya berbagai aliran yang sering membawa nama Yesus dalam pewartaaanya. Berbagai acara dan tayangan di televisi, youtube dan berbagai sarana media komunikasi lainnya. Tidak jarang pula kita mudah percaya dan segera menyebarkan tayangan atau ceritanya ke orang-orang lain sehingga semakin banyak orang bingung dan bisa juga menjadi tersesat. Maka penting sekalai seperti yang dikatakan oleh Yesus, mari perhatikan buahnya, kenyataan dan tindakannya, apakah memberikan kebaikan, kesejukan dan terutma memabwa kita semua kepada Tuhan, sang Sumber Kehidupan. Jika buahnya berhenti pada hal-hal duniawi dan manusiawi: kesuksesan, kekayaan, kesehatan, kenikmatan, popularitas diri, maka kita perlu waspada. Apalagi semuanya itu berhenti dan berfokus kepada pribadi mansianya, maka jelaslah kiat perlu berhati-hati. Tuhan Yesus memanggil kita untuk menyangkal diri, memikuil salib dan mengikutiNya, bukan sebaliknya.

Kesadaran akan realita dunia kita sekarang ini seharusnya membuat kita semakin masuk ke dalam sumber iman kita dan semakin dekat kepada Pribadi Yesus Kristus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup kita. Jangan mudah terkecoh dengan berbagai tayangan yang menarik namun bisa menyesatkan, apalagi dengan menggunakan keadaan Pandemi Covid-19 sekarang ini. Kita juga harus waspda agar kita tidak kena arus menjadi nabi palsu pula di jaman ini melalui perkataan dan tindakan kita yang bertentangan dengan iman kita.

Translate »